Berdasarkan kesadaran tersebut pada puncak pergerakan kebangsaan, corak kebersamaan ini kemudian dituangkan ke dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dengan klausul "...yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat".
Pada kecendrungan tradisi hukum adat yang bersifat konkrit diartikan bahwa corak yang hendak dibangun itu adalah jelas dan nyata. Dalam kaitannya dengan pergerakan kebangsaan Indonesia, corak berpikir konkrit ini ditampilkan oleh organisasi Sarekat Islam sebagai penanda bagi munculnya politik kontemporer di Hindia Belanda.Â
Politik dengan cara berpikir konkrit ini pada masa awal pergerakan kebangsaan saat itu telah mampu membawakan cara-cara nyata untuk mengekspresikan rasa kesadaran berbangsa lewat penerbitan surat kabar, unjuk rasa, pemogokan serikat buruh, dan dalam upaya menghadirkan partai politik. Hasil akhir dari tradisi konkrit ini adalah sebuah negara bernama Indonesia sebagaimana tertuang pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 dengan klausul "...supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya".
Selanjutnya pada kecendrungan tradisi hukum adat yang bersifat kontan terkandung arti sebagai suatu bentuk kesertamertaan, terutama dalam hal pemenuhan prestasi. Bahwa dalam setiap pemenuhan prestasi hendaknya selalu diiringi dengan kontra prestasi yang memang diadakan secara serta merta (seketika).Â
Pemenuhan terhadap kecendrungan yang bercorak kontan ini dapat ditelusuri dari beberapa kesadaran pada saat masa perjuangan pergerakan tersebut diantaranya bahwa apabila hendak mengusahakan kebangsaan, maka kontra prestasinya adalah dengan meninggalkan kemapanan dalam kebangsawanan. Kontra prestasi seperti ini dapat terkesan pada sikap H. Oemar Said Tjokroaminoto yang berupaya untuk meletakkan pondasi awal bangunan republik yakni dengan cara meretas jalan kesetaraan.
Dalam upaya membawa pergerakan Sarekat Islam ke seluruh Hindia, Tjokroaminoto pada saat itu telah merancang delapan program sebagai upaya 'kontan' untuk memperjuangkan hak rakyat yang salah satunya adalah penghapusan kerja paksa.Â
Dari corak berpikir yang kontan ini kemudian pada puncak pergerakan kebangsaan selanjutnya dituangkan ke dalam perjanjian luhur bangsa Indonesia pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945 dengan  klausul "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.."
Kesadaran dalam Negara Perjanjian
John Locke menuliskan bahwa negara itu terbentuk dari adanya perjanjian masyarakat. Perjanjian itu terbentuk diawali oleh kodrat manusia yang saling berinteraksi yang kemudian pada masa matangnya menemukan kesamaan persepsi dalam mengadakan perjanjian masyarakat (pactum uniones) untuk membentuk negara dan melindungi hak-hak yang sifatnya kodrati.Â
Perjanjian tersebut kemudian dituangkan ke dalam konstitusi (undang-undang dasar). Selanjutnya penyelenggaraan negara tersebut dilangsungkan berdasarkan perjanjian yang disepakati dalam konstitusi sehingga disebut sebagai negara konstitusional.
Indonesia tak mengikuti tradisi kontrak sosial antara pemimpin dan rakyat, tetapi konsensus atas dasar kerakyatan dalam permusyawaratan (demokrasi deliberatif). Dari yang menjadi prinsip dalam hukum adat Indonesia yang kemudian menggerakan paham kebangsaan dan selanjutnya dituangkan dalam perjajian luhur bangsa Indonesia pada Pembukaan UUD 1945, maka jelaslah bahwa Indonesia ini adalah negara perjanjian.Â