Mohon tunggu...
Dr Muhamad Erwin SH M Hum
Dr Muhamad Erwin SH M Hum Mohon Tunggu... Dosen - Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Anggota Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia. Karya: Buku Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum dan Hukum Indonesia (Dalam Dimensi Ide dan Aplikasi), Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta (2015), Buku Hukum Ruang Hidup Adat: Taman Nasional Adat Sebagai Gagasan Kawasan Konservasi Baru, Penerbit Genta Publishing, Yogyakarta (2021), Film Dokumenter Orang Rimba - The Life of Suku Anak Dalam (2021) YouTube: @orangrimbafilm

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Corak Filsafat Hukum Adat Pada Pergerakan Kebangsaan Indonesia

2 Juni 2018   00:06 Diperbarui: 2 Juni 2018   00:37 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan kesadaran tersebut pada puncak pergerakan kebangsaan, corak kebersamaan ini kemudian dituangkan ke dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dengan klausul "...yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat".

Pada kecendrungan tradisi hukum adat yang bersifat konkrit diartikan bahwa corak yang hendak dibangun itu adalah jelas dan nyata. Dalam kaitannya dengan pergerakan kebangsaan Indonesia, corak berpikir konkrit ini ditampilkan oleh organisasi Sarekat Islam sebagai penanda bagi munculnya politik kontemporer di Hindia Belanda. 

Politik dengan cara berpikir konkrit ini pada masa awal pergerakan kebangsaan saat itu telah mampu membawakan cara-cara nyata untuk mengekspresikan rasa kesadaran berbangsa lewat penerbitan surat kabar, unjuk rasa, pemogokan serikat buruh, dan dalam upaya menghadirkan partai politik. Hasil akhir dari tradisi konkrit ini adalah sebuah negara bernama Indonesia sebagaimana tertuang pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 dengan klausul "...supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya".

Selanjutnya pada kecendrungan tradisi hukum adat yang bersifat kontan terkandung arti sebagai suatu bentuk kesertamertaan, terutama dalam hal pemenuhan prestasi. Bahwa dalam setiap pemenuhan prestasi hendaknya selalu diiringi dengan kontra prestasi yang memang diadakan secara serta merta (seketika). 

Pemenuhan terhadap kecendrungan yang bercorak kontan ini dapat ditelusuri dari beberapa kesadaran pada saat masa perjuangan pergerakan tersebut diantaranya bahwa apabila hendak mengusahakan kebangsaan, maka kontra prestasinya adalah dengan meninggalkan kemapanan dalam kebangsawanan. Kontra prestasi seperti ini dapat terkesan pada sikap H. Oemar Said Tjokroaminoto yang berupaya untuk meletakkan pondasi awal bangunan republik yakni dengan cara meretas jalan kesetaraan.

Dalam upaya membawa pergerakan Sarekat Islam ke seluruh Hindia, Tjokroaminoto pada saat itu telah merancang delapan program sebagai upaya 'kontan' untuk memperjuangkan hak rakyat yang salah satunya adalah penghapusan kerja paksa. 

Dari corak berpikir yang kontan ini kemudian pada puncak pergerakan kebangsaan selanjutnya dituangkan ke dalam perjanjian luhur bangsa Indonesia pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945 dengan  klausul "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.."

Kesadaran dalam Negara Perjanjian

John Locke menuliskan bahwa negara itu terbentuk dari adanya perjanjian masyarakat. Perjanjian itu terbentuk diawali oleh kodrat manusia yang saling berinteraksi yang kemudian pada masa matangnya menemukan kesamaan persepsi dalam mengadakan perjanjian masyarakat (pactum uniones) untuk membentuk negara dan melindungi hak-hak yang sifatnya kodrati. 

Perjanjian tersebut kemudian dituangkan ke dalam konstitusi (undang-undang dasar). Selanjutnya penyelenggaraan negara tersebut dilangsungkan berdasarkan perjanjian yang disepakati dalam konstitusi sehingga disebut sebagai negara konstitusional.

Indonesia tak mengikuti tradisi kontrak sosial antara pemimpin dan rakyat, tetapi konsensus atas dasar kerakyatan dalam permusyawaratan (demokrasi deliberatif). Dari yang menjadi prinsip dalam hukum adat Indonesia yang kemudian menggerakan paham kebangsaan dan selanjutnya dituangkan dalam perjajian luhur bangsa Indonesia pada Pembukaan UUD 1945, maka jelaslah bahwa Indonesia ini adalah negara perjanjian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun