Mohon tunggu...
M Agung Laksono
M Agung Laksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang suka nulis, diskusi, pantai dan main instagram.

Sekretaris Bidang Media dan Propaganda DPP GMNI. Disc: Tulisan bersifat pribadi, kecuali ada keterangan dibagian bawah artikel.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan PTM Jakarta dan Indikasi Politik Identitas

2 Februari 2022   17:44 Diperbarui: 2 Februari 2022   23:45 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diambil dari Kompas.com

Pada awal bulan Februari tahun 2022 ini beberapa daerah mulai menghentikan aktivitas belajar siswa secara langsung, atau biasa dikenal dengan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Dimana, penulis menyayangkan pernyataan Gubernur DKI Jakarta pada 1 Februari 2022 malam, yang diindikasikan sebagai bagian dari politik identitas.

Selain berdasarkan prediksi epidemiologis yang mengatakan puncak dari penyebaran varian omicron ini jatuh pada Februari 2022 untuk wilayah Jakarta, dan awal Maret 2022 untuk luar Jabodetabek.

Sebagaimana dilansir dari kompas, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman memprediksi bahwa di Januari 2022 lalu, bukan puncak dari penyebaran kasus covid-19.

"Ini Jakarta belum puncaknya. Kemungkinan Februari 2022 ini (puncak kasus Omicron) di Jakarta dan daerah luar Jakarta terutama luar Jawa paling lambat Maret 2022," ungkapnya, dikutip dari kompas.

Serta pernyataan langsung dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunawan Sadikin memaparkan data peningkatan kasus terkonfirmasi covid-19 akibat varian omicron disejumlah negara, dengan hasil jauh lebih tinggi dibandingkan saat varian delta.

Sehingga, berdasarkan data-data tersebut ia memperkirakan Indonesia pun akan mengalami kenaikan signifikan, akibat varian omicron. Dimana, saat puncak peningkatan kasus terkonfirmasi covid-19 akibat varian delta sebanyak 57.000 kasus.

"Tidak perlu kaget kalau melihat di negara-negara lain itu bisa dua kali sampai tiga kali di atas puncak Delta. Kita belum tahu berapa (jumlah kasus akibat varian omicron nanti) di puncaknya yang akan terjadi di Indonesia, yang perkiraan kami akan terjadi di akhir Februari," terang Menkes Budi, dalam tayangan video di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Ditambah, ditengah banyaknya penyebaran kasus terkonfirmasi covid-19 akibat varian omicron di sekolah-sekolah dibeberapa daerah di Indonesia, khususnya Pulau Jawa seperti, di Malang, Bogor, Yogyakarta, Denpasar, hingga Depok yang menghentikan PTM 100 persen.

Bahkan, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, agar pembelajaran tatap muka (PTM) untuk dievaluasi. Dimana, Sultan menemukan adanya kasus saat PTM berlangsung di DIY meskipun angkanya tak begitu signifikan, dibandingkan dengan DKI Jakarta.

Dimana, di Yogyakarta telah ada kasus terkonfirmasi positif yang ditemukan di SMA Negeri 8 Yogyakarta, dimana saat ini masih terus dilakukan penelusuran.

"Kalau SMP dan SMA saya mohon untuk tidak 100 persen, mungkin 50 persen. Kita lihat sepekan ini perkembangannya seperti apa," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, dikutip dari Republika.

Sementara itu, ditengah meningkat nya tranmisi lokal di Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang masih bermain kata, dimana ia berujar pihaknya terus memantau perkembangan PTM di Jakarta. Dengan prinsip kebijakan pengetatan di Ibu Kota ditentukan oleh keterisian rumah sakit atau bed occupancy red.

"Ketika terjadi peningkatan dalam keterisian rumah sakit, maka pengendaliannya adalah dengan mengurangi mobilitas. Itu pengalaman selama 1,5 tahun, hampir dua tahun ini. Jadi sekarang kita monitoring terus tentang keterisian rumah sakit," ujarnya, dikutip dari detik.

Berdasarkan data terakhir yang penulis temukan, BOR Rumah Sakit di wilayah Pemprov DKI Jakarta kembali melaporkan peningkatan, dimana BOR isolasi RS COVID-19 DKI tembus 60 persen, sedangkan BOR ICU 28 persen.

Angka ini berdasarkan data jumlah tempat tidur dan pasien ICU 140 RS COVID-19 DKI Jakarta yang dilaporkan Pemprov DKI Jakarta per 1 Februari 2022.

Dilain sisi, survei Parameter Politik Indonesia menunjukkan besarnya fragmentasi Masyarakat yang beranggapan bahwa pandemi covid-19 merupakan konspirasi atau persengkokolan.

Berdasarkan Laporan Hasil Survei Nasional Evaluasi Kinerja Pemerintah dan Jalan Panjang Menuju 2024 yang dilakukan pada 3-8 Februari 2021 lalu, menunjukkan masih cukup banyak orang yang menganggap Covid-19 adalah konspirasi (20,3 persen) dan merupakan hasil rekayasa manusia (28,7 persen).

Sebagaimana dunia sempat dihebohkan film berjudul Plandemic yang dibuat di Ojai, California, Amerika Serikat (AS) dan dirilis pada 4 Mei 2020 lalu, bahkan berselang beberapa waktu hari setelahnya tepat 11 Mei 2020, video itu telah dilihat lebih dari 8 juta kali di YouTube, Facebook, Twitter, dan Instagram, dan telah menghasilkan postingan lain di situs web dan media sosial yang begitu wah jumlahnya.

Hampir 1 tahun setelah survei PPI, penulis dikejutkan dengan survei dari institusi Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah atau dikenal UIN Jakarta yang melakukan penelitian terhadap pandangan siswa tentang pandemi covid-19.

Survei institusi ini menemukan bahwa 31,5 persen siswa percaya teori konspirasi, lalu 20,5 persen menganggap flu biasa dan 20,5 persen lagi sebagai senjata biologis negara maju.

Ditengah situasi seperti ini, mungkin Gubernur DKI Jakarta yang dibeberapa survei ini selalu masuk 3 besar dalam bursa Calon Presiden (Capres) di tahun 2024 mendatang, mungkin bermaksud ingin merangkul mereka yang merasa frustasi dengan keputusan politik atau kebijakan Pemerintah Jokowi - Maruf Amin berkaitan penanganan pandemi.

Tentu, statistik mereka yang percaya covid-19 sebagai konspirasi mungkin jauh lebih besar dari statistik tersebut, dan sangat menarik untuk dirangkul dalam kesamaan pikiran.

Mungkin juga, kebijakan Gubernur DKI yang tak selaras dengan permintaan pembatasan PTM oleh Presiden Jokowi, patut diduga sebagai permulaan untuk mengambil persepsi selaras dengan mereka yang percaya covid-19 sebagai konspirasi.

Ada sebuah studi yang diterbitkan dalam British Journal of Social Psychology ini mengungkapkan, orang yang gemar mengeksplorasi teori konspirasi lebih bertoleransi pada hal-hal yang sifatnya melanggar aturan dan kriminal.

Selain itu, dalam studi tersebut menggambarkan konspirasi telah dikaitkan dengan prasangka, kekecewaan pada politik, dan kondisi yang tidak berubah.

Ditengah gagap gempita orang yang memiliki keyakinan tentang sejumlah teori konspirasi,  sementara dalam realitas sehari-hari mereka terjebak dalam ekosistem digital, yang menjebak mereka pada algoritma-algoritma, sehingga harus melihat konten yang tak sesuai dengan pemahaman mereka.

Patut diduga, ada indikasi bahwa pernyataan Gubernur DKI tersebut merupakan sebuah pernyataan yang masih malu-malu, namun cukup disukai oleh mereka yang percaya covid-19 sebagai konspirasi, sebagai sebuah afirmasi yang selaras dengan pernyataan mereka, sebagai bagian dari identitas.

Sementara itu, pernyataan resmi Pemerintah seperti Pernyataan Jokowi yang meminta PTM dibatasi di Jakarta, Jawa Barat dan Banten sebagai sebuah konspirasi, karena tak selaras dengan ideologi atau kontradiksi dengan apa yang mereka percaya.

Begitu rumitnya, menyadarkan mereka yang percaya teori konspirasi, bahkan hal akademis pun tak akan mampu menyadarkan mereka. Sebab, ketika seseorang diberikan informasi baru, mereka akan mengkoreksi dengan informasi yang konsisten dengan pengetahuan mereka.

Artinya sejalan dengan hal-hal yang sudah diyakini seseorang cenderung diterima sebagai kebenaran.

Meski, saat ini Gubernur DKI Jakarta telah mengatakan, pihaknya perlu persetujuan pemerintah pusat untuk menghentikan PTM. Sebab, hal tersebut diatur melalui SKB 4 menteri.

"SKB 4 menteri ini dikaitkan dengan level PPKM yang PPKM-nya ditetapkan melalui instruksi, Inmendagri. Berbeda ketika dulu kita menggunakan regime PSBB. Pada saat PSBB keputusan PTM itu diatur melalui kewenangan gubernur," kata Anies kepada wartawan, Rabu (2/2/2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun