Prinsip Dasar Dialektika Hegelian
- Negasi Negasi (Aufhebung): Salah satu konsep kunci dalam dialektika Hegelian adalah "aufheben," yang berarti membatalkan sekaligus mempertahankan. Dalam konteks ini, negasi tidak berarti penghancuran total, tetapi merupakan proses di mana elemen-elemen dari tesis dan antitesis dipertahankan dalam sintesis yang lebih kompleks.
- Proses Tiga Tahap:
- Berikut ini adalah tahapan dalam dialektika hegelian:
1. Tesis: Pernyataan awal atau ide yang diusulkan.
2. Antitesis: Penyangkalan atau pernyataan yang bertentangan dengan tesis.
3. Sintesis: Penyatuan antara tesis dan antitesis, menciptakan pemahaman baru yang lebih tinggi - Perkembangan Melalui Kontradiksi: Hegel berpendapat bahwa perubahan dan perkembangan terjadi melalui konflik antara ide-ide yang bertentangan. Proses ini menciptakan bentuk-bentuk baru dari pemikiran dan realitas, di mana setiap sintesis menjadi tesis untuk proses dialektika berikutnya.
- Kesatuan dalam Perbedaan: Dialektika Hegelian menekankan bahwa kebenaran tidak dapat dipahami dalam isolasi, tetapi harus dilihat dalam konteks hubungan dan interaksi antara berbagai elemen. Ini menunjukkan bahwa setiap ide memiliki nilai dalam konteks keseluruhan.
- Evolusi Pemikiran: Metode dialektika ini tidak hanya berlaku untuk pemikiran filosofis, tetapi juga untuk perkembangan sejarah dan masyarakat, di mana konflik sosial dan ideologis menghasilkan perubahan yang lebih signifikan.
Melalui pendekatan dialektika ini, Hegel berusaha menunjukkan bahwa realitas bersifat dinamis dan terus berkembang, dengan pengetahuan sebagai hasil dari proses dialektikal yang kompleks.
Relevansi dialektika Hegelian dalam konteks audit.
Dialektika Hegelian memiliki beberapa relevansi yang signifikan dalam konteks audit, meski tidak langsung namun dapat diterapkan dalam cara-cara yang kreatif dan analitis. Berikut adalah beberapa aspek relevansi dialektika Hegelian dalam konteks audit:
- Analisis Konflik Keberagaman Interests
Tesis-Antitesis-Sintesis: Auditor dapat menggunakan model dialektika ini untuk menganalisis konflik kepentingan yang timbul dalam proses auditing. Misalnya, tesis mewakili standar audit yang telah ditetapkan, antitesis mewakili kecurangan atau pelanggaran yang diamati, dan sintesis merepresentasikan solusi yang lebih baik dan fleksibel yang dihasilkan dari integritas dan adaptivitas audit.
- Peningkatan Kualitas Audit
Refleksi Atas Rintangan: Dalam melakukan audit, auditor sering menghadapi rintangan dan kontradiksi. Dialektika Hegelian menyarankan agar auditor melakukan refleksi atas berbagai rintangan ini sehingga dapat meningkatkan kualitas audit melalui proses aufhebung (penolakan-penyimpanan-diangkat).
- Memahami Dinamika Sistem Informasi
Ekspresi Perkembangan Kesadaran Manusia: Dialektika Hegelian melihat sejarah sebagai ekspresi perkembangan kesadaran manusia. Demikian pula, dalam konteks audit, dialekta ini dapat membantu auditor memahami dinamika sistem informasi yang kompleks dan berubah-ubah, sehingga audit dapat lebih fokus pada identifikasi potensi bahaya dan implementasi kontrol yang efektif.
- Transformasi Sosial dan Intelektual dalam Kontrol Internal
Konflik dan Pertentangan Menuju Kebijakan Lebih Baik: Dialektika Hegelian menekankan bahwa konflik dan pertentangan dapat menjadi dorongan utama menuju kebebasan dan rasionalitas. Dalam konteks kontrol intern, auditor dapat menggunakan model ini untuk mengintegrasikan feedback dari berbagai stakeholders, sehingga kebijakan kontrol internal menjadi lebih baik dan adaptif terhadap kondisi organisasi.
Meskipun dialektika Hegelian tidak direferensikan secara eksplisit dalam literatur audit, prinsip-prinsipnya dapat diterapkan dalam cara yang kreatif untuk meningkatkan kualitas audit dan memahami dinamika sistem informasi yang kompleks. Dengan demikian, dialektika Hegelian dapat memberikan perspektif yang mendalam bagi auditor untuk menganalisis dan meningkatkan proses audit, tidak hanya secara mekanistis tetapi juga secara holistik dan dinamik.
Dialektika Hanacaraka