Â
Kemudian ia mengutip dari bukunya M. Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, hlm. 28-29, bahwa William Sanday dari Universitas Oxford sejak tahun 1983, pernah berkata :
Â
"Yang diwahyukan Tuhan itu bukan kalimat-kalimatnya, tetapi inspirasinya yang kemudian diinterpretasikan oleh penulis-penulis Bibel sehingga menjadi Bibel seperti yang sekarang".[3]
Â
Tentunya, wahyu perspektif barat ini tidak dapat sama sekali dibenarkan. Mau bagaimanapun juga, al-Qur'an tetap adalah wahyu Allah, Kalam Allah. Mereka berpendapat seperti itu, karena memang mereka selalu menganggap bahwa kebenaran itu harus berdasarkan intuisi, logis, dan empiris. Padahal kalam Tuhan tidak dapat diakui oleh akal sepenuhnya, karena sejatinya akal manusia itu terbatas, sedangkan Ilmu Tuhan itu tidak terbatas.
Â
Berbeda dengan wahyu perspektif Islam, wahyu itu sifatnya Metahistoris, artinya wahyu terlahir dari ruang kosong, tidak ada sejarahnya, tidak ada bacaan-bacaan yang mengikatnya.[4] Wahyu dalam perspektif Islam, pernah dijelaskan oleh Dr. Nashruddin dalam tulisannya, ia menjelaskan :Â
Â
"Wahyu adalah tanzil/munazzal; diturunkan langsung. Artinya, apa yang diterima Nabi adalah murni sebagai firman Allah swt secara utuh. Tidak terkandung di dalamnya penafsiran dan pengalihan bahasa oleh malaikat atau oleh Nabi sendiri. Dari Allah swt-nya sudah berbahasa Arab, bukan dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab oleh Nabi saw. Oleh karenanya teks al-Qur`an, walau bagaimanapun, tidak akan sama dengan teks buatan penyair, ataupun jampi-jampi paranormal."[5]
Â