"Civilization is a race between education and catastrophe"
             "Peradaban merupakan perlombaan antara pendidikan dan malapetaka."
              (H. G. Wells, dalam, Suparlan: 2017)
Berdasarkan pernyataan  H. G. Wells tersebut, saya berskesimpulan bahwa suatu peradaban yang tinggi ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Pendidikan yang berkualitas tidak boleh tidak, harus mampu "memerangi" malapetaka sampai tuntas ke akar-akarnya.
Oleh sebab itu mendidik adalah tugas mulia, tidak ada bedanya dengan pahlawan yang mengusir penjajah untuk meraih kemerdekaan. Penjajah akan punah setelah suatu negara mampu mengusirnya, tapi malapetaka akan selalu mengintai umat manusia jika tidak mampu mengatasi setiap masalah dalam kehidupannya. Sedangkan masalah akan selalu muncul sepanjang kita hidup, termasuk sejak kita bangun tidur di pagi hari sampai kita tidur kembali di malam harinya, begitu seterusnya.
Berdasarkan pengertian bahwa mendidik adalah pekerjaan "memerangi" malapetaka maka pendidik bukan hanya diperankan oleh guru yang mengajar di sekolah-sekolah formal, non formal, maupun informal. Setiap orang atau lembaga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung orang atau pihak lainnya. Tidak boleh ada yang merasa lebih.
Seorang Bapak yang mengajak anaknnya menyingkirkan duri yang ada di tengah jalan adalah pendidik yang sesungguhnya, karena duri di tengah jalan bukan hanya membahayakan si anak dan Bapaknya tetapi berbahaya bagi siapa saja yang melewati jalan tersebut. Â Pekerjaan yang cukup sederhana itu, sebenarnya telah membawa si anak ke dunia yang lebih luas yaitu kehidupan manusia yang saling memerlukan satu dengan yang lainnya.
Manfaatnya sangat besar, jauh melebihi pekerjaan sederna menyingkirkan duri di tengah jalan itu sendiri, karena bila si anak  berada di suatu kesempatan yang memberinya input pengetahuan atau pengalaman yang berbeda maka mudah baginya untuk menyerap. Misalkan, tentang pentingnya peran petani bagi kehidupan umat manusia yang lain. Dari petani yang kumuh dan dekil diperoleh makanan pokok, seperti beras, berbagai sayuran, dan buah-buahan. Tanpa makanan pokok, kehidupan manusia tidak bisa bertahan lama. Termasuk untuk kelangsungan hidup para bos yang memiliki kekayaan tak terhitung.
Agar lebih sempurna, maka perlu dibuktikan. Apa benar, semua orang membutuhkan makanan dari hasil kerja para petani? Siapa tahu si anak membayangkan para bos perusahaan, para artis, atau pejabat negara makanannya buatan sendiri. Pembuktian seperti itu, sangat berarti agar anak makin yakin tentang terjadinya interaksi pada semua orang tanpa pandang statsus social.
Hasilnya, pendidikan si Bapak telah membentuk mental sosial yang cukup baik pada si anak, yaitu toleransi dan empati terhadap penderitaan orang lain. Tak bisa dibayangkan, bila lebih banyak Bapak yang mendidik anaknya ke arah sebaliknya.
Sampai di sini, peran Bapak tadi sangat berarti bagi si anak maupun masyarakat luas, namun masalah kehidupan masih sangat banyak untuk dihadapi. Agar dapat bertani saja membutuhkan banyak faktor pendukung, seperti tanah, alat pembajak tanah, pupuk, bibit, yang biasa dikenal dengan alat dan bahan produksi. Selanjutnya, diperlukan teknologi dan sarana pendukung distribusi agar hasil pertanian bisa sampai ke konsumen, seperti sarana, alat dan sistim keamanan transportasi. Kemudian, yang perlu diperhatikan adalah selera, harga, dan kemampuan konsumen agar hasil pertanian bernilai jual tinggi dan berkesenambungan.