Mohon tunggu...
Mugi
Mugi Mohon Tunggu... Freelancer - Let me know if you have a time machine

Sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tanpa Sepeda Motor

28 Juli 2023   12:23 Diperbarui: 28 Juli 2023   12:30 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://tinyurl.com/n4zw9u8c

"Nak, boleh tidak kalau belanjaanmu itu Ibu ganti?" tanya Bu Haji melihat sayur-mayur yang dibawa Hario. Bu Haji mengungkapkan bahwa persediaan sayurnya habis. Hario pun mengiyakan. Toh, ia bisa kembali ke pasar untuk berbelanja lagi.

"Bu, ini uangnya kelebihan dan saya tidak ada kembaliannya," kata Hario saat menerima uang pengganti dari Bu Haji.

"Ambil saja untukmu, Nak. Kan kamu sudah menolong Ibu."

"Tidak, Bu. Kata ibu saya, kita tidak boleh pamrih ketika menolong orang. Dan memang seharusnya begitu."

"Kalau begitu, anggap saja itu adalah keuntunganmu menjual sayuran kepadaku. Bukan pamrih karena telah menolongku." Hario terus berusaha menolak. Tetapi, Bu Haji memaksanya. Akhirnya, Hario menerima uang tersebut.

"Oya, Nak, besok mampir ke sini lagi ya? Bantuin Ibu berbelanja lagi. Sepertinya badanku belum cukup kuat untuk ke pasar. Tampaknya kamu juga pandai memilih belanjaan karena belanjaanmu ini bagus-bagus semua." Sebenarnya Hario berniat untuk pulang ke kampung halamannya esok hari. Tetapi, niat itu ia tunda untuk membantu Bu Haji berbelanja. Toh, ia bisa kembali ke kampung pada hari berikutnya.

Ternyata, kegiatan membelanjakan berlangsung hingga beberapa pagi berikutnya, pagi di minggu berikutnya, bulan berikutnya, dan tahun berikutnya. Bu Haji yang mengetahui bahwa Hario belum mendapatkan pekerjaan, sengaja meminta Hario tetap berbelanja meski badannya telah sehat atau meski anak lelakinya telah pulang. Dengan begitu, Hario bisa mendapatkan penghasilan.

Ya, kegiatan berbelanja untuk orang lain menjadi sumber penghasilan tidak terduga bagi Hario. Mulanya hanya Bu Haji yang nitip dibelanjakan. Atas rekomendasi dari Bu Haji, beberapa tetangganya ikut minta dibelanjakan oleh Hario. Begitu seterusnya hingga tidak sedikit ibu-ibu dari komplek lain yang turut mempercayakan kegiatan berbelanjanya kepada Hario.

Prospek yang menjanjikan, pikir Hario. Tetapi, usaha tentu tidak lepas dari hambatan. Kadang order untuk berbelanja sepi atau sepi sekali. Hanya seminggu sekali, atau tidak ada sama sekali. Padahal, biaya hidup harus dibayar setiap hari. Ia ingin melamar pekerjaan lagi, tapi masih agak trauma dengan pengalaman sebelumnya. Pengalaman selama tinggal di kota juga membuatnya paham bahwa meski ekonomi negara dikatakan bergerak ke arah yang positif, nyatanya mencari pekerjaan di awal tahun 2000-an tidaklah mudah. Buktinya, tidak sedikit kenalannya yang kesulitan mendapatkan pekerjaan hingga akhirnya menjalani suatu profesi dengan terpaksa, demi bisa bertahan hidup.

Saat tengah sepi pesanan, biasanya Hario akan duduk di suatu warung di sudut pasar, menyesap teh sambil merenung. Menurutnya, hidupnya bergulir dengan cara yang tak terduga, di luar ekspektasinya. Hario yang dulunya tidak pernah berbelanja, kini akrab dengan pasar, mengenal hampir semua pedagang, kuli panggul, tukang parkir. Beberapa asisten rumah tangga dari komplek perumahan mewah di dekat pasar juga mengenalnya karena kerap belanja bersama. Bu, tampaknya anakmu ini jadi terkenal, lho... ya meski hanya di sekitaran sini saja. Tapi, jangan minta mantu dulu, ya. Soalnya usai bayar kontrakan masih diikuti puasa Senin-Kamis.

Jaringan pertemanan Hario juga semakin luas, menjalar hingga para penyalur bahkan para petani sayur. Dari sana, ia semakin paham ritme perputaran sayur-mayur di pasar, kapan waktu terbaik untuk mendapatkan sayur kualitas premium, beserta perubahan harganya. Tetapi, bagaimana agar info berguna ini bisa bermanfaat untuknya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun