Mohon tunggu...
Tari Abdullah
Tari Abdullah Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama lengkap Mudjilestari tapi lebih sering disapa dengan Tari Abdullah profesi sebagai penulis, conten creator, dan motivator. Ibu dari 4 anak berstatus sebagai single parent. Berdarah campuran sunda - jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesal dalam Bingkai Rindu

7 Mei 2021   15:28 Diperbarui: 7 Mei 2021   16:36 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikustrasi/sesal/photo:pixa

"Kamu kangen mamamu?" Tiba-tiba Bulek sudah berada di sampingnya. Tiar mengangguk, menatap mata teduh adik perempuan mamanya, kemiripan wajah yang terbingkai kecantikan di usia senja itu membuat Tiar semakin merasakan rindu dan penyesalan yang berebut menguasai pikiran.

"Mamamu orang baik, insya Allah dia sudah tenang di sana," ujar Buleknya, mengambil pigura dari tangan Tiar, meletakkan kembali di meja, "jangan lupa doakan setiap habis salat, buat papamu juga, ya."

Tiar mengangguk sekali lagi, dipeluknya perempuan paruh baya itu erat, "Aku egois, Bulek. Aku cuma mentingin karirku, kerjaanku, aku sama sekali nggak mikirin perasaan Mama, bahkan aku lupa janjiku pada Mama."

"Kamu ndak salah, Nduk. Ndak ada yang pantas disalahkan, semuanya qodarullah," ucap buleknya menenangkan, meraih kepala keponakannya dalam pelukan, membiarkannya menangis menumpahkan risau hatinya.

"Mama sangat menyayangimu. Tak pernah sedikitpun Mama mengeluhkan kesibukanmu, bahkan mama amat bangga padamu. Dimata mamamu, kamu adalah perempuan tersayang yang hebat."

Tiar mengangkat kepalanya dari pelukan Bulek, perlahan berdiri menuju lemari, tangannya mengambil sesuatu, dibukanya bungkusan berwarna merah muda. Masih rapi tak tersentuh seperti sepuluh tahun lalu saat Bulek memberikan bungkusan itu.

"Bukalah, Nduk," ujar buleknya lembut, "dulu mamamu ingin kamu ndak hanya sibuk dengan karirmu, tapi dia ingin anak perempuan kesayangannya bisa berangkat Umroh satu saat nanti."

Perlahan tangan mungil Tiar mulai merobek kertas pembungkus, nampak sebuah mukena dengan warna putih bersulam mutiara yang indah, Tiar memeluk benda itu erat, bibirnya tak henti menyebut asma Allah, air matanya kembali mengalir, seakan merasakan pelukan cinta mama dalam pakaian salat itu.

"Pakailah untuk salat Ied besok,  supaya bisa mengobati kangenmu pada mamamu,  Nduk! " ucap bulek sambil mengusap kepala Tiar yang tergugu dalam pelukannya.

Sebuah kertas terjatuh, dengan gemetar Tiar mengambil dan membacanya.

[Kelak satu hari nanti, ketika raga kami tak bisa lagi mendampingimu, tetaplah berada dalam barisan ketaatan. Hingga akhlak dan hatimu beraroma wangi. Namun jangan jadikan wangimu sebagai  perusak agamamu, melainkan  sebagai penjagamu, bagian dari ketaatan pada Rabb-mu
Dari kami untuk perempuan tersayang.]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun