Mohon tunggu...
Tari Abdullah
Tari Abdullah Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama lengkap Mudjilestari tapi lebih sering disapa dengan Tari Abdullah profesi sebagai penulis, conten creator, dan motivator. Ibu dari 4 anak berstatus sebagai single parent. Berdarah campuran sunda - jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesal dalam Bingkai Rindu

7 Mei 2021   15:28 Diperbarui: 7 Mei 2021   16:36 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiar tertawa, dalam hati ia juga rindu pada sepupunya itu,  hampir tujuh tahun tidak bertemu, sejak Tiar memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya di Jakarta dan memilih menetap di Surabaya.

"Ya, udah. Kamu mandi-mandi dulu sana, trus istirahat," perintah buleknya sambil tertawa, senyumnya terus mengembang tanda hatinya riang. "kebetulan tadi Pardi nguras kolam lele, sebentar tak bikinin mangut lele kesukaanmu."

"Iya, Bulek. Aku mandi dulu, ya," pamit Tiar, melangkah menuju kamar yang biasa ia tempati bila mengunjungi adik mamanya.

Perempuan cantik itu mengempaskan badannya di tempat tidur, matanya menyapu sekeliling. Tak ada yang berubah, masih tetap seperti dulu saat ditinggalkan sepuluh tahun lalu. Tiar mengembuskan nafas panjang, diraihnya photo yang bingkainya sedikit retak akibat tak sengaja terjatuh kala itu.

Wajah dalam bingkai itu seakan tengah tersenyum padanya, kala jemari lentiknya mengusap lembut gambar perempuan yang punya arti istimewa dalam hidupnya, didekapnya photo itu, matanya terpejam, desiran halus mengusik dadanya.

"Tiar kangen, Ma," bisiknya, buliran bening meloncat tanpa permisi dari sudut matanya, menghadikan sesal yang membingkai rindu.

**

Suara takbir mulai terdengar dari sudut-sudut kampung. Gemanya seakan menggetarkan bumi,  melangitkan ribuan syukur atas pengagungan Sang Pencipta yang Maha Besar.

Ada perih yang menyelinap bersama rindu yang tak bermuara, melahirkan rasa bersalah atas sikapnya yang telah keliru. Seandainya waktu bisa diputar ulang, ingin ia kembali ke masa itu, mengulang kembali lembar demi lembar yang terjalani dengan lebih hati-hati agar sesal tak perlu terjadi.

Siang itu sepuluh tahun yang lalu, ketika sedang memimpin rapat dengan para sub-kontraktor, ponsel Tiar tiba-tiba menjerit memekak telinga. Deadline di ambang mata, negosiasi masih alot, membuat perempuan cerdas yang menduduki jabatan sebagai Manager Area itu mengabaikan panggilan yang masuk ke ponselnya, dengan sekali sentuh, benda pipih itu pun mati.

Setelah hampir seharian melakukan negosiasi yang alot,  akhirnya berhasil mengantar pada project sesuai waktu yang ditentukan. Tiar tersenyum lega. Jabat tangan dan ucapan selamat terucap langsung dari jajaran manajer yang makin takjub dengan prestasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun