"Kok diam? Apakah itu artinya bersedia?"
Lintang tergagap, salah tingkah, bagaimana harus menjawab... Â Bagaimanapun baik niat Rudi, hati Lintang tak pernah bisa menerimanya, meski Lintang tahu itu salah? Suudzon adalah dosa, tapi hatinya tak bisa berbohong.. Dan urusan hati tak bisa dipaksa.
"Maaf, saya belum bisa, Mas..," Lintang menunduk tak bernyali menatap Rudi.
"Kenapa?"
"Padahal Mas sangat mencintai kamu, dan Mas janji akan bikin kamu bahagia."
"Maaf, saya memang belum bisa," elak Lintang hati-hati, takut kalimatnya melukai laki-laki itu.
"Tapi tolong pertimbangkan, Mas serius ingin menikah denganmu, sekaligus sebagai bentuk penyesalan atas khilaf waktu itu." pinta Rudi.
"Eh..., iya..." Lintang tergagap menjawab, sejujurnya ia ingin sekali lari dari tempat ini, menyudahi pembicaraan yang penuh omong kosong ini.
Rudi menarik napas panjang, nampaknya ia paham tak bisa memaksa, ia hanya bisa berharap Lintang mau membuka hatinya sedikit saja untuknya.
"Hmm..., maaf saya harus pamit, ada urusan yang harus saya selesaikan," Lintang mencari alasan untuk bisa pergi dari hadapan Rudi.
"Baik, tapi tolong pertimbangkan yang tadi, ya.." sekali lagi Rudi meminta. Lintang hanya mengangguk, tersenyum tipis dan melangkah menuju mobilnya.