"Sewaktu aku muda, aku memang pernah tidur lebih dari satu wanita, tapi aku tak pernah sekali pun mengatakan cinta. Aku berkencan dengan beberapa orang perempuan, tanpa peduli berapa yang sudah aku sakiti. Dan bagi orang-orang di Negaraku, budaya melazimkan hal seperti itu."
"Setelah ayahku meninggal, ibu minta pulang ke Indonesia. Kami membuka kedai dari hasil menjual rumah kami di Jerman, Â dan Restoran yang kau lihat itu adalah kedai yang kami bangun di awal kepindahan kami ke Indonesia. Itulah buah dari kerja keras kami."
"Lalu kau menikah?" potong Lintang. Remund menggeleng.
"Hingga ibu divonis menderita sakit jantung. Ibu menyuruhku menikah, aku tidak tega menolak dan terpaksa menikah dengan perempuan yang tidak pernah aku cintai."
Remund menegak air mineralnya yang tinggal seperempat botol. Lalu memainkan botol kosong itu dengan ujung jarinya.
"Aku tak pernah jatuh cinta pada perempuan pilihan ibuku itu, aku perlakukan dia hanya sebagai teman tidur, bahkan saat dia hamil aku juga tak peduli. Walau aku tahu sesungguhnya dia mencintai aku."
"Ketika dia meninggal saat melahirkan anak kami, saat itulah aku baru merasa bersalah. Melihat bagaiman dia berusaha dengan gigih mempertahankan bayinya dengan taruhan nyawa, walau akhirnya keduanya tidak terselamatkan."
"Aku seperti tersadarkan, hidupku tidak punya arah selama ini, sedangkan kematian itu begitu nyata, dekat dan tak kenal umur. Sejak saat itu aku mencari Tuhan, Â dan akhirnya menemukan jalan sebagai seorang muslim."
Remund masih menunduk, menatap lantai dengan pandangan nanar. Kemudian pelahan ia menatap Lintang.
"Aku memang bukan orang baik, tetapi aku sedang berusaha menjadi baik. Dan kamu adalah orang pertama yang pernah kugandeng tangannya di depan orang banyak. Jantungku berdebar dan rasa ingin melindungi sejak aku pertama melihatmu malam itu. Â Perasaan yang tidak pernah ada sebelumnya. Â Aku pikir aku sudah jatuh cinta padamu, Lintang." Remund menyentuh anak rambut Lintang dengan telunjuknya.
"Perasaan ini sungguh sangat berbeda. Beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa teori Homo Erectus Commitment Phobe-mu itu salah. Aku bukan sapi yang mengawini dua betina dalam satu kurun waktu, tetapi aku bisa menjadi angsa atau merpati yang tak pernah ingkar janji, setia pada satu wanita."