"Nanti tidak usah ke Resto, aku akan menjemputmu jam 7. Kita akan bersenang-senang."
Lintang menjawab singkat. Tiba-tiba hatinya bergemuruh riuh sekali.
Namun sesaat kemudian hati kecilnya mengingatkan kembali untuk tidak gegabah, larut dalam euforia bersama laki-laki asing yang baru lima bulan dikenalnya. Lintang memang menyukai Remund sejak pertama kali bertemu. Pertemuan demi pertemuan, Lintang tak menemukan cacat pada laki-laki berkebangsaan Jerman itu. Tapi hatinya pernah terluka, dan ia tak ingin berharap banyak, takut luka itu akan menganga kembali oleh sebab yang tak serupa.
Begitu pun Remund, Â dia menyadari perasaannya pada Lintang semakin tak terkendali. Entah mengapa dia merasa harus mencari alasan agar bisa selalu bertemu Lintang setiap hari.
Remund tahu, Lintang perempuan introvert yang hatinya dingin dan beku, Â namun justru keinginannya untuk mencairkan gunung es itu semakin kuat. Â
Pukul tujuh tepat, Remund tiba di Hotel tempat Lintang menginap. Laki-laki itu baru saja mengangkat ponselnya hendak menelepon ketika ekor matanya menangkap sosok perempuan yang dinantinya.
Lintang muncul mengenakan blouse katun bermotif bunga-bunga kecil dipadu dengan celana berbahan jeans dan sepatu kets putih. Nampak ia menuruni anak tangga setengah berlari.
"Apakah aku terlambat?" tanyanya sedikit terengah. Remund terpana, mulutnya setengah terbuka.
"Kamu terlihat cantik sekali hari ini. Nampak seperti gadis remaja." Remund memuji setengah menggoda. Lintang tersenyum kecut, dan membatin. Â Laki-laki itu hanya merayunya, ia bahkan merasa terlalu tua untuk dibilang cantik. Tapi Lintang bisa merasakan jantungnya kembali berdebar, dengan t-shirt putih dan celana jeans yang dikenakannya, lelaki itu tampak semakin tampan mempesona.
Lintang menangkap sensasi butterfly in tummy. Tidak, mana mungkin dia jatuh cinta pada seorang lelaki asing? Tidak, jangan sampai, itu tidak ada dalam proposal hidup yang selama ini ia ajukan pada Sang Pemberi Jodoh.
Lintang mendengus lirih. Ah, bagaimana ia tak jatuh cinta jika tiap hari disuguhi pemandangan indah seperti ini? Remund yang selalu mengaku dirinya tak sempurna, tapi bagi Lintang ketidak sempurnaannya adalah hal yang sempurna di matanya.