Akhirnya kami tetap melanjutkan perjalanan. Namun, entah kenapa semenjak dari pintu masuk Cemoro Sewu, aku merasa ada burung merpati putih mengikuti kami. Padahal hari sedang hujan, apakah ada burung yang berhujan-hujan ria .... Meski berempat, tapi aku merasa gamang, bulu kudukku sedikit meremang. Sesekali di sekitar lembah juga sepeti ada orang yang sedang tertawa, seperti ada keceriaan di sana.
"Apakah itu yang dikatakan Pasar Setan?"gumamku lirih, lebih tepatnya setengah membatin.
"Di Gunung Lawu, para pendaki tidak boleh melanggar peraturan yang ada," tegas Wahyu, lagi-lagi dia seperti bisa membaca apa yang ada dalam pikiranku.
"Sangat dilarang berkata kasar, merusak alam, berpikir negative  hingga berbuat tidak senonoh. Apabila melanggar, konon akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti diikuti oleh sosok astral."
Aku hanya mengedikkan bahu, diam tak menjawab. Seingatku aku tidak berkata kasar atau melanggar aturan apapun. Lalu burung merpati putih yang mengikuti tadi ... apakah itu penjelmaan Kyai Jalak seperti yang dikatakan Wahyu. Aku merasa seperti ada yang meniup-niup tengkuk hingga bulu kudukku meremang. Aku merapatkan tubuh pada Wahyu agar merasa lebih tenang.
Alhamdulillah, meski dengan susah payah akhirnya kami bisa melewati medan yang sangat sulit hingga kami sampai di padang Edelweis. Artinya jarak menuju puncak tinggal sedikit lagi. Â
Wahyu memetik beberapa tangkai Edelweis, bunga berkelopak kecil kekuningan itu diikat menjadi satu rangkaian kemudian diserahkannya padaku. Aku menatap ragu, bukankah ada larangan tidak boleh memetik Edelweis di gunung.
"Simpan saja di dalam ranselmu," ujar Wahyu. Lagi-lagi dia bisa membaca pikiranku.
"Tapi apakah tidak termasuk melanggar aturan?" tanyaku.
"Cuma sedikit, aku ingin memetik untukmu," bantahnya. Aku mengembuskan napas, kenapa laki-laki ini selalu bisa membaca pikiranku. Aku memang sudah lama ingin membawa pulang Edelweis, terutama dari Gunung Lawu yang terkenal berbeda dari gunung-gunung lain. Hanya saja aku tak memiliki nyali karena jika ketahuan dendanya lumayan besar.
Mendekati puncak kami melepas lelah di warung milik Mbok Yem, pemilik warung di puncak Gunung Lawu yang namanya pernah diberitakan media. Warung sederhana yang hanya terbuat dari dinding kayu. Para pendaki menjuluki sebagai warung tertinggi karena berada di ketinggian 3.150 mdpl atau hanya selisih 115 mdpl dari puncak Gunung Lawu.