3. Kesenjangan Akses Teknologi di Wilayah Terpencil
- Contoh: Sistem pembelajaran daring, seperti Google Classroom atau Microsoft Teams, dirancang untuk siswa dengan akses internet stabil. Namun, banyak siswa di wilayah pedalaman Indonesia yang tidak memiliki akses ke internet atau perangkat memadai sehingga terputus dari kegiatan pembelajaran.
- Dampak: Kesenjangan digital (digital divide) semakin memperburuk ketidaksetaraan pendidikan antara kota besar dan daerah terpencil.
4. Rekomendasi Jurusan Berdasarkan Data yang Bias
- Contoh: Sistem manajemen pendidikan berbasis data menggunakan algoritma untuk merekomendasikan pilihan jurusan kepada siswa berdasarkan hasil ujian. Namun, sistem sering kali mengutamakan data statistik dan mengabaikan potensi atau minat siswa di bidang tertentu, terutama siswa dari daerah dengan akses terbatas ke pendidikan berkualitas.
- Dampak: Siswa dari latar belakang sosial-ekonomi rendah lebih mungkin diarahkan ke jurusan kejuruan atau praktis meskipun mereka memiliki potensi akademik di bidang lain.
5. Akses Terbatas ke Konten Pendidikan bagi Difabel
- Contoh: Banyak platform pembelajaran daring di Indonesia yang tidak mendukung aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, seperti tunanetra (tanpa dukungan pembaca layar) atau tunarungu (tanpa teks atau subtitle).
- Dampak: Siswa difabel tidak memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pembelajaran daring dan sering kali bergantung pada pendampingan yang tidak selalu tersedia.
6. Kesenjangan Penilaian Berbasis Data di Sekolah Negeri dan Swasta
- Contoh: Sistem manajemen data pendidikan, seperti Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sering kali memprioritaskan data siswa di sekolah negeri. Sementara itu, sekolah swasta di daerah terpencil dengan sumber daya terbatas tidak mendapatkan perhatian yang sama dalam distribusi teknologi pendidikan.
- Dampak: Sekolah swasta kecil, terutama di daerah dengan pendanaan minim, mengalami diskriminasi teknologi dan sulit mengejar ketertinggalan.
Solusi untuk Mengurangi Bias Teknologi di Pendidikan Indonesia
- Diversifikasi Data Pelatihan Algoritma: Libatkan data dari berbagai latar belakang budaya, bahasa daerah, dan konteks geografis.
- Aksesibilitas Universal: Desain platform yang mendukung pengguna dari seluruh kemampuan fisik dan bahasa.
- Internet Gratis di Daerah Terpencil: Seperti program Merdeka Belajar yang diintegrasikan dengan infrastruktur digital di wilayah terluar.
- Audit Algoritma Secara Berkala: Untuk memastikan algoritma tetap relevan dan inklusif terhadap perkembangan pendidikan.
Dengan upaya ini, bias teknologi dapat diminimalkan, menciptakan pengalaman pendidikan yang adil dan inklusif di Indonesia.
Contoh Bias Teknologi Berbasis Data Tidak Inklusif dalam Pendidikan di Indonesia dalam Implementasi Sehari-hariÂ
1. Keterbatasan Sistem Absensi Daring untuk Sekolah di Daerah Pedalaman
- Implementasi: Banyak sekolah menggunakan sistem absensi daring berbasis aplikasi seperti WhatsApp, Google Forms, atau aplikasi khusus. Namun, siswa di daerah pedalaman dengan jaringan internet terbatas atau tidak ada sinyal sering tidak dapat mengaksesnya.
- Akibat: Data siswa yang tinggal di daerah terpencil dicatat sebagai absen atau terlambat, yang dapat memengaruhi catatan kehadiran mereka, meskipun ini terjadi karena masalah infrastruktur.
2. Platform Pembelajaran Tidak Memadai untuk Siswa Difabel
- Implementasi: Aplikasi seperti Ruangguru, Zenius, atau Google Classroom sering kali tidak menyediakan fitur aksesibilitas, seperti pembaca layar untuk tunanetra atau teks video untuk tunarungu.
- Akibat: Siswa difabel menghadapi tantangan besar dalam memahami materi yang diajarkan, menyebabkan ketertinggalan dalam proses pembelajaran sehari-hari.
3. Algoritma Penilaian yang Tidak Memahami Konteks Jawaban Lokal
- Implementasi: Tes berbasis daring dengan sistem koreksi otomatis (misalnya, untuk soal esai atau pemrograman) biasanya mengacu pada kata kunci tertentu. Jawaban siswa dari daerah yang menggunakan istilah lokal atau struktur bahasa berbeda dianggap salah oleh sistem.
- Akibat: Siswa dari latar belakang budaya lokal dirugikan, meskipun konsep jawaban mereka sebenarnya benar.
4. Konten Digital yang Bias terhadap Siswa di Daerah Perkotaan
- Implementasi: Materi pembelajaran digital sering kali dirancang dengan asumsi bahwa semua siswa memiliki perangkat modern, seperti laptop atau tablet, serta akses internet cepat. Siswa di daerah terpencil atau dari keluarga kurang mampu sulit mengikuti pembelajaran harian yang menggunakan media tersebut.
- Akibat: Siswa dari daerah miskin tertinggal karena tidak memiliki sarana yang dibutuhkan untuk belajar dengan teknologi ini.