Aku gembira dan bangga, rupanya angkutan umum jenis bus way / Trans Jakarta sudah mengikuti Standar Resolusi PBB menyangkut pelayanan bagi penumpang disabilitas, lansia dan wanita hamil. Bangku deretan pertama yang ada dalam bus adalah milik mereka.
Dalam perjalanan menuju TMII sudah tentu aku tidak akan menanyakan kenapa kakaknya yang tiga orang, seperti tidak merasakan kesepian dan kekosongan adiknya dalam hidup.Â
Dan aku pun tidak akan menanyakan lebih lanjut, kenapa tubuhnya yang masih bahenol ketika pertama kali berkenalan di Arab Street tempo hari, montok kelihatannya ketika bertemu di feri penyeberangan Bakauheni Merak dulu, kini kulihat begitu cepatnya merosot? Dan aku pun tidak akan menanyakan, semenjak kapan ia mulai mengenal racun nikotin?
Hari ini adalah hari gembira. Paling tabu kalau disusupi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan mengganggu keindahan suasana. Lagi pula, gadis ini ketika mengajak ke TMII dalam perjumpaan di Ratu Plaza kemarin, berjanji bahwa pertemuan yang terjadi sekarang ini adalah (mungkin) untuk terakhir kali.Â
Ooh, kenapa Rita? Akan kembali-lagikah esok hari ibu kota Jakarta kehilangan seorang gadis yang kalah dalam perjuangan hidup nan fana? Jangan memilih jalan singkat itu, nona. Oleh sebab itulah maka aku begitu antusias buat memenuhi ajakannya ke TMII.
Mungkin aku tidak begitu cukup merekam kisah yang dikeluarkannya dalam setiap perjumpaan. Tapi aku tahu, ia adalah alumni SMA yang terpandang di Selatan Jakarta. Pernah duduk di perguruan tinggi ternama di kawasan Jakarta Pusat selama empat semester. Kemudian studi masalah kecantikan dan perawatan wajah di college Singapura.
Sayangnya badai kehidupan yang begitu dahsyat melanda keluarganya ---orangtuanya--- tidak sanggup diterima oleh si bungsu ini. Ia biasa manja. Ia biasa ceria. Di rumah selama ini cukup tersedia.Â
Bahkan lebih, malah. Jalan-jalan ke luar negeri tiap liburan sekolah, sudah jadi kebiasaan dalam keluarganya. Kini, badai yang begitu dahsyat itu memporakporandakan mereka.
Papanya yang jadi kebanggaannya selama ini, yang paling dihormatinya, kini meringkuk di Sukamiskin, Bandung. Jika ada pakar analis politik tempo hari mengatakan, bahwa yang terkena OTT adalah mereka yang sedang apes saja, memang ada benarnya. Yang jelas Papa dari Rita adalah pejabat yang kena OTT.Â
Aku masih ingat, Mahfud MD (mantan Menko Polhukam) dalam dialog di Metro TV (16/8/24 : 21.00) mengatakan seluruh Kementerian RI ada korupsinya...!!! Dan, jauh-jauh hari sebelum reformasi 1998 dilahirkan Amien Rais dkk, begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo pun mengatakan hal yang sama : bahwa anggaran belanja RI tiap tahun bocor >30%. Bahkan ---aku masih ingat--- Ketua BPK Umar Wirahadikusuma pernah memberi statemen ke pers, bahwa tidak satu pun Departemen di zaman Orba yang bersih dari korupsi. Jadi, adalah sebuah statemen yang sublim, jika dimaklumkan yang terkena OTT adalah pejabat-pejabat yang sedang apes!!
 Ibu yang tercinta ---yang tidak siap dan tak kuat menghadapi perubahan drastis dari permainan kehidupan di duniawi--- terjungkir ke lembah tak terduga. Ibunda tempat selama ini ia berbagi duka dan cerianya kehidupan, terbawa arus kehidupan kelas tinggi.Â