Pertama, faktor ekonomi (kemiskinan). Di tengah masyarakat yang tingkat perekonomiannya belum stabil, memberi peluang besar terjadinya praktik politik uang. Hal ini disebabkan karena masyarakat miskin secara materi selalu menginginkan materi untuk mempertahankan nasib kehidupan sehari hari.
 Kedua, faktor akademis, yaitu ketidak tauhan atau ketidakpahaman masyarakat terhadap regualsi atau undnag undnag yang mengatur tentang pemilu dan praktik politik uang. Ketidak pahaman terhadap regulasi pemilu khususnay yang mengatur politik uang menyebabkan  masih belum banyak masyarakat yang paham betul apa manfaat pemilu bagi kelangsungan demokrasi.Â
Akibatnya ada kecenderungan  masyarakat yang menganggap pemilu adalah proses memberi dan menerima uang akan membuka peluang besar para oknum untuk melakukan praktik politik uang.
 Ketiga, faktor budaya. Adanya anggapan seseorang yang rajin memberi sesuatu materi dianggap orang yang baik dan sukses secara kultur akan mendorong tumbuh suburnya praktik politik uang yang dikemas dengan berbagai istilah seperti, shodaqah politik, pengganti uang transport atau tanda ucapan terima kasih dan lain sebagainya.
Makna Pemilu /PilkadaÂ
Pada bulan pebruari 2018, penulis bersama lembaga survey Tasamuh Indonesia Mengabdi (Time) melakukan survey tentang pemahaman masyarakat Jawa Tengah terhadap pemilu atau pilkada. Survey dnegan jumlah responden 461, secara umum dapat dikatakan bahwa mayoritas amsyarakat Jawa tengah memahami bahwa Pemilu atau pilkada baru bisa melahirkan pemimpin tetapi belum mampu mensejahterakan rakyat.
Terhadap pertanyaan Apa yang anda pahami tentang manfaat Pemilu/Pilkada ?  yang menjawab A ( pemilu adalah menghasilkan pemimpin yang mensejahterakan elit/kelompoknya sendiri ) sebanyak  39 %. Yang menjawab B ( pemilu adalah menghasilkan pemimpin tetapi tidak bisa mensejahterakan rakyat kecil) sebanyak 27%. Yang menjawab C (pemilu hanya melahirkan pemimpin saja, tidak bisa mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia) sebanyak 11%. Yang menjawab D ( melahirkan pemimpin dan mampu mensejahterakan rakyat kecil) sebanyak  2  %.  Yang menjawab E (pemilu adalah melahirkan pemimpin yang mampu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia) sebanyak 5 %.  dan Yang  menjawab F (tidak tahu) sebanyak 16 %.
Berdasarkan survey diperoleh data bahwa masyarakat Jawa Tengah  mengatakan kalau Pemilu/Pilkada mampu melahirkan pemimpin. Tetapi dalam hal urusan kesejahteraan masih jauh dari harapan.Â
Hanya 2 % masyarakat yang memiliki persepsi atau pemahaman bahwa pemilu/pilkada adalah melahirkan pemimpin yang mampu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Selebihnya memiliki persepsi bahwa pemilu itu belum mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Persepsi seperti ini jika dibiarkan akan berakibat fatal dalam membangun iklim demokrasi bangsa Indonesia. Konsekuensinya harus segera ada sosialisasi yang tepat kepada masyarakat kecil (arus bawah) tentang materi yang berisi pemahaman pentingnya dan manfaat pemilu/pilkada bagi rakyat.Â
Arus bawah harus benar benar paham bahwa pemilu itu akan memberikan banyak manfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat.Â