Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Sedangkan, Cerpen adalah jenis karya sastra yang diparkan atau dijelaskan dalam bentuk tulisan yang berwujud sebuah cerita atau kisah secara pendek, jelas, serta ringkas. Di sini saya akan menjelaskan mengenai perbedaan unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen Surat Dari Ibu karya I Gede Abdi Negara dengan hikayat yang berjudul Ibnu Hasan di bawah ini:
Ibnu Hasan
Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan, bernama Syekh Hasan, banyak harta banyak uang, terkenal ke setiap negeri, merupakan orang terkaya, bertempat tinggal di negeri Bagdad, yang terkenal kemana-mana, sebagai kota yang paling ramai saat itu.Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak pengikutnya.
Syekh Hasan saudagar yang kaya raya, memiliki seorang anak, laki-laki yang sangat tampan, pendiam, dan baik budi, berusia sekitar tujuh tahun. Ibnu Hasan namanya. Ibnu Hasan sedang lucu-lucuya, semua orang senang melihatnya, apalagi orang tuanya, namun demikian anak itu, tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak kekurangan sandang, namun Ibnu Hasan sama suka bersolek, karena itulah kedua orang tuanya sangat menyayanginya.
Ayahnya berfikir,”Alangkah salahnya aku, menyayangi diluar batas, tanpa pertimbangan, bagaimana kalau akhirnya, dimirkai Allah Yang Agung, aku pasti durhaka, tak dapat mendidik anak, mengkaji ilmu yang bermanfaat.” Dipanggilnya putranya. Anak itu segera mendatanginya, diusap-usapnya putranya sambil dinasihati, bahwa Ia harus mengaji, katanya “Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku kuatir, tapi, pergilah ke Mesir, carilah jalan menuju keutamaan.” Ibnu Hasan menjawab,”Ayah jangan ragu-ragu, jangankan jalan menuju kemuliaan, jalan kematianpun hamba jalani, semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan ku tolak, siang malam hanya perintah Ayah Ibu yang hamba nantikan.”
Singkat cerita, Ibnu Hasan yang akan berangkat kepesantren, berpisah dengan kedua orangtuanya, hatinya sangat sedih, ibunya tidak tahan menangis terisak-isak, harus berpisah dengan putranya, yang masih sangat kecil, belum cukup usia. “Kelak, apabila ananda sudah sampai, ketempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri, karena jauh dari orang tua, harus tahu ilmunya hidup, jangan keras kepala, angkuh dan menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senangkaena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada dirantau orang, kalau judes akan mendapatkan kesusahan, hati-hatilah menjaga diri jangan menganggap enteng segala hal.” Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,”Apa yang Ibu katakan, akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati, doakanah aku agar selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan Ibu akan kuperhatikan, siang dan malam.”
Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun,mereka berangkat berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin mengikuti dari belakang, sesekali menggantikan tugas Mairun. Perasaan sedih prihatin, kehujanan, kepanasan, selama perjalanan yang makan waktu berhari-hari namun akhirnya sampai juga dipusat kota Negara Mesir, dengan selamat berkat do’a Ayah dan Ibunda, selanjutnya, segera Ia menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya.
Pada suatu hari, saat ba’da zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh, yang baru pulang dari sekalah, Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari mana?”
Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,” Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!” yang ditanya menjawab,”Apakah anda belum tahu?”
“sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar, berhitung, menulis, mengeja, belajar tatakrama, sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai dengan aturan.” Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya, di segera pulang, menghadap kyai dan meminta izinya, untuk belajar disekolah, guna mencari ilmu.
Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.” Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian. Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu, “Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba besusah payah tanpa mengenal lelah, mencari ilmu. Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknyapun banyak, hamba tidak usah bekerja, karena tidak akan kekurangan. Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, sudah meninggal dunia, semua hartanya jatuh ketangan hamba. Tapi, ternyata tidak terurus karena saya tidak teliti akhirnya harta itu habis, bukan bertambah. Distulah terlihat ternyata kalau hamba ini bodoh. Bukan bertambah mashur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat saya karena modal sudah ada saya hanya tinggal melanjutkan. Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihiorang tua, paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak akan melakukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang patih.” Maka, yakinlah kyai itu akan baik muridnya.
Unsur Instrinsik Hikayat Ibnu Hasan:
Ø Tema : Bakti seorang anak terhadap orang tua
Ø Penokohan :
- Ibnu Hasan berwatak baik hati, tidak sombong, kalem, pendiam, dan penurut.
Kalimat pendukung: “Ibnu Hasan sedang lucu-lucuya, semua orang senang melihatnya, apalagi orang tuanya, namun demikian anak itu, tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan,…”
- Syekh Hasan berwatak baik hati, bijaksana, dan penyayang.
Kalimat pendukung: “Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik,…”
- Ibu Ibnu Hasan memiliki watak baik hati dan penyayang.
Kalimat pendukung: “…hatinya sangat sedih, ibunya tidak tahan menangis terisak-isak, harus berpisah dengan putranya, yang masih sangat kecil, belum cukup usia.”
- Mairin dan Mairum berwatak Setia.
Kalimat pendukung : “Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin mengikuti dari belakang, sesekali menggantikan tugas Mairun.”
- Saleh memiliki sifat sopan.
Kalimat pendukung: “Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,…”
- Kyai guru memiliki watak baik hati.
Kalimat pendukung: “Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian.”
Ø Latar
- Tempat : Bagdad dan Mesir.
Kalimat pendukung: “…terkenal ke setiap negeri, merupakan orang terkaya, bertempat tinggal di negeri Bagdad,…”, “…selama perjalanan yang makan waktu berhari-hari namun akhirnya sampai juga dipusat kota Negara Mesir,”,
- Waktu : Zaman dahulu kala dan saat ba’da Dzuhur.
Kalimat pendukung: “ Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan, bernama Syekh Hasan,..”, “Pada suatu hari, saat ba’da zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan,…”
- Suasana : Mengaharukan, sedih, dan prihatin.
Kalimat pendukung: “…berpisah dengan kedua orangtuanya, hatinya sangat sedih, ibunya tidak tahan menangis terisak-isak, harus berpisah dengan putranya, yang masih sangat kecil, belum cukup usia.”
Ø Alur : Mundur
Ø Sudut pandang : Orang ketiga serba tahu.
Ø Amanat : Patuhilah setiap perintah dan nasehat orang tua, jangan pernah sombong atas apa yang kamu miliki dan jangan sampai lupa untuk menolong sesama.
Unsur Instrinsik Cerpen Surat Dari Ibu:
Ø Tema : Bakti seorang anak terhadap orang tua
Ø Penokohan
- Aku memiliki sifat gigih, perhatian, dan pekerja keras.
Kalimat pendukung: “Ku coba lagi. Akhirnya aku berhasil.”,” Uang kirimanmu sudah Ibu terima. Alhamdullilah terima kasih Nak.”,” . Karena kami, kamu harus banting tulang di sini.”
- Induk sembang memiliki sifat penyayang dan suka menolong
Kalimat pendukung: “. Beliaulah yang selama ini menjagaku, membantuku dari segala kesulitan materi ataupun segala urusan tektek bengek yang ku hadapi. Beliau sudah seperti orangtua buatku di sini.”
- Ibu berwatak perhatian.
Kalimat pendukung: “Anakku sayang, Anakku, bagaimana kabarmu di sana? Semoga dalam keadaan sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT.”
Ø Latar
- Tempat : Kamar Kost-kostan dan kamar mandi
Kalimat pendukung: “Semilir angin dari kipas angin di kamar kostku yang sempit menepa wajahku, meniup rambut ikalku yang sebahu.”, “Ku lirik cermin kecil kusam yang tergantung di dinding kamar mandi. Ku tatap wajah yang muncul di sana.”
- Waktu : Pukul dua pagi dan tujuh pagi
Kalimat pendukung: “Ku lirik angka dalam jam dinding tua itu. Pukul dua pagi.”, “Mataku mencari dinding kamar, mencari jam dinding. Sudah jam 7 pagi.”
- Suasana : Sunyi, Berantakan, dan sedih.
Kalimat pendukung: “Suara berderak kayu dipan yang khas. Terdengar lebih nyaring di malam ini. Aku berhasil duduk di sisi pembaringan. Ah.. bahkan di kota sebesar ini, terasa sunyi saat malam tiba.”, “…,mataku tertuju pada tempat tidurku, kemudian memandangnya agak lama dan langkahku terhenti. Kertas-kertas berserakan di atasnya.”, ”Sampai di situ aku berhenti. Ku seka air mataku. Tidak bisa aku gambarkan bagaimana perasaan ini.”
Ø Alur : Maju
Ø Sudut pandang : Orang pertama pelaku utama
Ø Amanat : Berbaktilah kepada orang tua dan apabila kamu pergi jauh maka janganlah kamu melupakan jasa-jasa orang tuamu dan berbalas budilah terhadap apa yang telah beliau berikan kepadamu.
Dari penjelasan unsur-unsur intrinsik di atas dapat kita ketahui perbedaan antara hikayat dan cerpen yaitu, pertama di dalam hikayat tokoh-tokoh yang diceritakan pada umumnya adalah seorang raja atau bangsawan yang dalam hikayat ini adalah seorang saudagar kaya, sedangkan sebuah cerpen pada umumnya tokoh yang diceritakan adalah rakyat biasa dan tidak terpaku pada seorang raja, pahlawan, atau bangsawan.
Kedua, latar tempat yang terdapat dalam hikayat biasanya adalah sebuah istana atau di tempat yang disucikan (istana sentris), sedangkan cerpen latar tempatnya bisa di mana saja dan tidak terbatas tempat, bahkan di dalam cerpen yang berjudul Surat Dari Ibu ini memilih latar tempat utama di dalam sebuah kost-kostan. Ketiga, pada umumnya hikayat memilih sudut pandang orang ketiga dalam menyampaikan ceritanya, sedangkan cerpen pada umumnya tidak hanya memakai sudut pandang orang ketiga namun, juga sudut pandang orang pertama. Itulah perbedaan unsur-unsur intrinsik antara Hikayat Ibnu Hasan dengan Cerpen Surat Dari Ibu karya I Gede Abdi Negara yang dapat saya jelaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H