Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

30 Menit Mengintip Dapur Seminari Menengah Siantar

23 Desember 2024   10:16 Diperbarui: 23 Desember 2024   13:27 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggoreng telur bulat untuk menu balado telur (Dokumentasi pribadi)

Begitulah cara Suster Yovita, penguasa dapur SMCS, menyiasati keterbatasan anggaran makanan. Selisih harga bisa digunakan untuk membeli makanan tambahan.  Orang dapur wajib cerdas.

Sebenarnya SMCS punya kebun di belakang susteran. Di sana seminaris menanam aneka sayuran, antara lain kangkung, bayam, daun singkong, dan terung. Hasilnya lumayan untuk menambah stok sayur-mayur di dapur.

Ada juga kandang babi. Sumber ternak untuk dipotong pada peristiwa istimewa, misalnya pada hari Pesta Santo Yosef Pekerja (19 Maret). Atau pada momen Dies Natalis SMCS tiap tanggal 1 September. 

Tahun 1974-1976 aku bertugas bekerja di kebun seminari itu, mulai dari status buruh sampai mandor. Jadi aku cukup tahu dulu sumbangan kebun itu untuk dapur seminari. Tak hanya sayuran tapi juga buah-buahan antara lain pisang, pepaya, dan manggis. 

Aku sempat mengamati kebun itu selintas. Masih dikelola secara tradisional. Sejak dulu begitu. Aku berpikir seandainya ada alumni SMCS yang sudi membangun green house atau net house sayur-mayur hidroponik di situ. Dirancang untuk bisa panen harian, mingguan, dan bulanan. Pasti hasilnya akan sangat membantu persediaan sayuran untuk seminaris.

Menggoreng telur bulat untuk menu balado telur (Dokumentasi pribadi)
Menggoreng telur bulat untuk menu balado telur (Dokumentasi pribadi)

Hasahatan

"Mauliate. Suster." Aku berterimakasih saat pamit keluar dari dapur. Suster Yovita telah berbaik hati mengizinkanku memuaskan rasa penasaranku tentang dapur SMCS.

Aku melirik arloji di pergelangan tangan kiri. Jarum pendeknya menunjuk posisi pukul 09.45 WIB. Tigapuluh menit lamanya aku belajar tentang dapur SMCS.

Saat melangkah kembali menuju aula Alverna, tempat pelatihan musik liturgi berlangsung, aku teringat kembali insiden sayur bayam basi 50 tahun lalu. Setelah mengamati cara kerja para staf dapur, aku yakin itu insiden itu benar-benar murni kelalaian manusiawi saja. Bahkan perusahaan catering besar juga bisa mengalaminya.

Suster Yovita dan para stafnya, jago-jago masak otodidak asuhan ibunda itu, adalah orang-orang hebat. Mereka penjaga denyut jantung seminari, dapur. Tanpa dapur yang selalu berasap, seminaris padti kabur.

Jujur, aku sangat takjub pada mereka, perempuan-perempuan gembira di antara api dan pisau di dapur SMCS itu. Mereka memasak seperti ibu memasak untuk anak-anaknya, atau kakak perempuan memasak untuk adik-adiknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun