Begitulah cara Suster Yovita, penguasa dapur SMCS, menyiasati keterbatasan anggaran makanan. Selisih harga bisa digunakan untuk membeli makanan tambahan. Â Orang dapur wajib cerdas.
Sebenarnya SMCS punya kebun di belakang susteran. Di sana seminaris menanam aneka sayuran, antara lain kangkung, bayam, daun singkong, dan terung. Hasilnya lumayan untuk menambah stok sayur-mayur di dapur.
Ada juga kandang babi. Sumber ternak untuk dipotong pada peristiwa istimewa, misalnya pada hari Pesta Santo Yosef Pekerja (19 Maret). Atau pada momen Dies Natalis SMCS tiap tanggal 1 September.Â
Tahun 1974-1976 aku bertugas bekerja di kebun seminari itu, mulai dari status buruh sampai mandor. Jadi aku cukup tahu dulu sumbangan kebun itu untuk dapur seminari. Tak hanya sayuran tapi juga buah-buahan antara lain pisang, pepaya, dan manggis.Â
Aku sempat mengamati kebun itu selintas. Masih dikelola secara tradisional. Sejak dulu begitu. Aku berpikir seandainya ada alumni SMCS yang sudi membangun green house atau net house sayur-mayur hidroponik di situ. Dirancang untuk bisa panen harian, mingguan, dan bulanan. Pasti hasilnya akan sangat membantu persediaan sayuran untuk seminaris.
Hasahatan
"Mauliate. Suster." Aku berterimakasih saat pamit keluar dari dapur. Suster Yovita telah berbaik hati mengizinkanku memuaskan rasa penasaranku tentang dapur SMCS.
Aku melirik arloji di pergelangan tangan kiri. Jarum pendeknya menunjuk posisi pukul 09.45 WIB. Tigapuluh menit lamanya aku belajar tentang dapur SMCS.
Saat melangkah kembali menuju aula Alverna, tempat pelatihan musik liturgi berlangsung, aku teringat kembali insiden sayur bayam basi 50 tahun lalu. Setelah mengamati cara kerja para staf dapur, aku yakin itu insiden itu benar-benar murni kelalaian manusiawi saja. Bahkan perusahaan catering besar juga bisa mengalaminya.
Suster Yovita dan para stafnya, jago-jago masak otodidak asuhan ibunda itu, adalah orang-orang hebat. Mereka penjaga denyut jantung seminari, dapur. Tanpa dapur yang selalu berasap, seminaris padti kabur.
Jujur, aku sangat takjub pada mereka, perempuan-perempuan gembira di antara api dan pisau di dapur SMCS itu. Mereka memasak seperti ibu memasak untuk anak-anaknya, atau kakak perempuan memasak untuk adik-adiknya.Â