Hebatnya, sejauh pengamatanku, tak ada kepanikan di dapur SMCS. Para staf dapur dan Suster Yovita bekerja sewajarnya saja, jauh dari kata stres. Kuncinya, pertama, sudah ada pembagian tugas yang tegas du antara staf dapur. Â Kedua, kusaksikan sendiri, para juru masak itu bekerja dengan hati senang.
Belanja Besar
Saat aku melangkah menuju dapur tadi, di pelataran baru saja berhenti sebuah truk pick up (bak terbuka) kecil. Baknya sarat muatan sayur-mayur, buah-buahan, daging, ikan, telur, dan bumbu dapur. Suster Yovita baru saja pulang belanja bahan makanan dari Pajak Horas Siantar.Â
Suster baru belanja besar. Besok, hari Minggu, seminaris makan besar. Hari makan pakai lauk daging, nasi pasti tamhah melulu.Â
Belanja besar seperti itu mesti dilakukan sedikitnya dua kali seminggu. Dengan begitu stok bahan makanan sepanjang minggu tetap tersedia.Â
Bahan-bahan makanan itu disimpan di satu ruangan khusus berpendingin. Ada cold storage khusus untuk sayuran. Lalu chiller dan freezer box untuk daging dan ikan. Buah-buahan cukup diletakkan dalam wadah di lantai ruangan berpendingin itu.
Saat mengamati isi ruangan, aku berpikir betapa makanan menjadi komponen biaya besar di SMCS. Sulit juga untuk menekan anggaran makanan. Standar minimum kuantitas pangan  dan kualitas gizi dan kesehatan makanan harus dipenuhi. Jika tidak maka seminaris, para calon pastor itu, bisa menderita kurang pangan dan gizi.Â
"Harga bahan makanan di pajak mahal," keluh Suster Yovita. "Karena itu kadang-kadang pastor pergi belanja sayuran ke Saribudolok." Di sana, di tepi jalan, banyak petani menjual sayur-mayur.
"Apakah lebih murah di sana?" selidikku.
"Jauh lebih murah. Kalau di pajak harga sayur putih delapan ribu rupiah per kilo, di Saribudolok bisa dapat tiga ribu."