Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Duduk di Ruang Tunggu Stasiun Tawang Semarang

17 Agustus 2024   21:09 Diperbarui: 18 Agustus 2024   10:20 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langit-langit kubah Stasiun Tawang dipandang dari pangkal pilar penyangga struktur atap ( Dokumen Pribadi) 

Lukisan keramik glazur kereta api pada dinding barat ruang tunggu Stasiun Tawang Semarang (Dokumentasi Pribadi) 
Lukisan keramik glazur kereta api pada dinding barat ruang tunggu Stasiun Tawang Semarang (Dokumentasi Pribadi) 

Ada juga lukisan keramik glazur dipasang pada dinding timur, selatan, dan barat, dengan obyek kereta api uap -- digambarkan berasap tebal. Warnanya coklat tua, semakin menguatkan kesan klasik pada ruang tunggu itu.

Kesan klasik itu disempurnakan oleh lampu dengan disain antik yang menggantung anggun pada langit-langit ruangan. Aku membayangkan, cahaya lampu-nampu itu di malam hari mengalirkan suasana romantis ke seluruh pojok ruangan.

Menunggu keberangkatan kereta di lobby utama Stasiun Tawang Semarang (Dokumentasi Pribadi)
Menunggu keberangkatan kereta di lobby utama Stasiun Tawang Semarang (Dokumentasi Pribadi)

Obyek Wisata yang Terabaikan

"Seberapa banyak penumpang kereta api yang pernah menikmati keindahan ruang tunggu ini? Lalu, dari mereka itu, berapa orang yang mengerti ikhwal keindahan tersebut?"

Dua pertanyaan itu tiba-tiba saja menyeruak di benakku. Aku mengitar pandangan ke sekeliling ruangan. Berharap ada semacam panel yang menyajikan informasi tentang sejarah dan arsitektur Stasiun Tawang Semarang. 

Sayang sekali. Tak ada panel semacam itu. Barangkali para anggota Direksi KAI tidak menganggap penting hal itu. Sebab mereka mungkin tidak pernah berpikir bahwa stasiun-stasiun kereta warisan kolonial itu adalah obyek wisata sejarah dan arsitektur yang ikonik.

Atau mereka berpikir ruang tunggu itu hanya tempat henti sejenak, atau bahkan selewatan saja. Tak ada penumpang yang perduli pada nilai wisatanya. Para penumpang yang duduk di situ tidak akan melihat-lihat struktur, disain, dan ornamen ruangan. Tapi melihat ke arah peron, menanti kereta tiba atau tersedia.

Tapi mereka salah. Setidaknya kini ada seorang lelaki lansia yang berwisata sambil duduk menanti di ruang tunggu Stasiun Tawang itu.

"Kereta Argo Muria tujuan Stasiun Gambir Jakarta sudah tersedia di jalur tiga. Para penumpang dipersilahkan naik." Terdengar suara lembut perempuan, lewat pengeras suara, mengumumkan ketersediaan kereta menuju Jakarta.

Istriku dan aku segera bangkit dari duduk, sekali lagi menyeret koper beroda melewati pintu peron berpemindai wajah. PT KAI sudah kenal wajah kami berdua. Tak perlu lagi menunjukkan tiket fisik kepada petugas. Tinggal melenggang masuk saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun