Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bunda Maria dan Pecel Yu Jum di Gua Kerep Ambarawa

4 Juli 2024   16:31 Diperbarui: 4 Juli 2024   20:31 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berdoa di pelataran Gua Maria Kerep (Dokumentasi Pribadi)

Itu berharap mukjizat air menjadi anggur pada pesta perkawinan di Kana. Bunda Maria memberitahu kepada Yesus bahwa tuan rumah kehabisan anggur. Maka Yesus memerintahkan para pelayan mengisi tempayan dengan air, berdoa kepada Allah Bapa, lalu menyuruh sajikan "air" itu kepada tetamu. "Mengapa tuan rumah menyajikan anggur yang paling enak di ujung pesta?" protes para tetamu.

Langkahku terasa ringan ketika keluar melewati gerbang Gua Maria Kerep. Seperti ada beban yang menguap, atau mungkin harapan yang mengembang. 

Melangkah turun ke bawah, di kiri dan kanan jalan kulihat barisan lapak-lapak kosong. Tiba-tiba saja aku teringat pesan kawan tentang pecel Yu Jum muda. Aku celingukan mencari sosok penjaja pecel yang kira-kira bisa diduga sebagai Yu Jum. Tapi tak ada seorang penjaja pun di situ.

"Aku sudah cari sampai kolong lapak, tapi tak kutemukan Yu Jum dan pecelnya." Aku mengirim pesan lewat WAG kepada kawan penggemar fanatik pecel Yu Jum itu. "Coba cari di Google Map," jawabnya slengekan. Semprul! (Lihatlah, betapa cepat peralihan dari doa ke dosa, hanya terselang huruf "s").

Aku senang teringat soal pecel Yu Jum itu, dan juga tak menemukannya, setelah usai berdoa di Gua Maria Kerep. Itu penanda bahwa aku datang ke situ semata-mata karena dorongan motif berdoa devosional kepada Bunda Maria dan Tubuh Kristus. Itulah motif sekaligus tujuan utamaku. Bukan karena dorongan motif lain, semisal godaan pecel racikan Yu Jum. 

"Setidaknya ziarahku pagi ini bersih dari nafsu-nafsu lahiriah," pikirku sambil menyusuri jalan pulang yang menurun curam. Beruntung aku tiba di puncak tujuan, di Gua Maria Kerep. Tidak seperti Sisyphus yang selalu terguling kembali dengan batunya ke bawah bukit setiap akan mencapai puncak.

Tapi perjalanan menurun juga rupanya bukan sesuatu yang mudah bagi seseorang berperut buncit sepertiku. Sambil memastikan presisi langkah kaki, dalam hati aku berdoa, "Tuhanku, tuntunlah tangan hambamu ini, agar tak sampai mengelinding seperti trenggiling ke bawah sana." (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun