Gereja Devosi Santo Yusuf
"Terimakasih banyak, Pak. Sudah memperkenalkan Santo Yusuf pada saya. Sekarang izinkan saya sendiri, berdoa di gereja ini." Aku ingin ditinggal sendiri.
"Baik, Romo, eh Pak." Astaga! Sangkaan itu lagi, ya Tuhanku.
Lelaki yang murah hati itu menghilang di balim pintu samping gereja, meninggalkanku sendiri bersimpuh di bangku baris terdepan. Gereja hening, di luar gelap membalut, Ambarawa mulai beku oleh dingin malam.
Semesta mendukung, inilah suasana doa paling sempurna. Kubisikkan doa-doaku di hadapan Tabernakel, tempat semayam Tubuh Kristus. Mohon dikabulkan lewat Santo Yusuf dalam tidur nyenyaknya.
Orang Katolik memiliki keyakinan bahwa,Tuhan akan mengabulkan doa yang dipanjatkan di sebuah gereja yang baru pertama kali dikunjungi. Aku juga meyakini itu.
Seusai berdoa, masih bersimpuh, aku mengamati panti imam, altar dan tabernakel. Keseluruhannya terbuat dari marmer, memancarkan keindahan yang memancarkan sakralitas.
Panti imam itu dirancang untuk Perayaan Ekaristi dengan cara kuno. Imam mempersembahkan Misa dengan cara membelakangi umat, menghadap ke Tabernakel.
Sambil melangkah ke luar, aku berpikir Gereja Jago yang selesai dibangun dan diberkati tahun 1924 ini memang selayaknya ditabalkan menjadi Gereja Devosi Santo Yusuf di Indonesia. Semua karunia yang diterima Santo Yusuf dari Tuhan bisa ditemukan ikonnya di gereja ini.
Pada akhirnya, inilah sebuah anjuran khususnya untuk para lelaki yang pernah mendaraskan doa pendek "Terpujilah nama Yesus, Maria, dan Yosef sekarang dan selama-lamanya." Bila kebetulan lewat di depan gereja Katolik Santo Yusuf Ambarawa, mampirlah untuk berdoa di dalamnya.