"Ini gereja Katolik Paroki Santo Yusuf, Ambawa. Tahun ini usianya genap seratus tahun." Lelaki itu menjelaskan tanpa kutanya.
"Orang Ambarawa menyebut gereja ini Gereja Jago. Bapak tahu kenapa dinamai seperti itu?" Aku menggeleng.Â
"Karena gada-gada di puncak menara bentuknya ayam jago," lanjutnya sambil tertawa kecil. Tampaknya dia senang bisa memberi-tahuku soal itu.
"Di dalam ada patung Santo Yusuf meninggal bahagia," lanjutnya.
"Ah, itu menarik," sahutku antusias. Sumpah, sudah lebih setengah abad aku menjadi Katolik tapi baru kali ini mendengar soal Santo Yusuf, ayah sosiologis Yesus Kristus, meninggal bahagia. Katolik macam apa aku ini.
"Mari saya antar ke dalam. Lewat pintu samping saja." Lelaki ramah itu spontan saja menawarkan diri menjadi pemandu wisata gereja. Apakah mungkin Santo Yusuf telah mengirimnya untukku?
Pelindung Kematian yang Bahagia
"Di depan situ ada patung Santo Yusuf Pelindung Gereja Semesta." Lelaki itu memberitahu sambil mengarahkan langkahku sedikit ke sisi timur gereja.
Di situ, tegak lurus pada pintu gerbang komplek gereja dengan latar belakang gedung tua Pastoran Paroki Ambarawa, berdiri tegak patung Yusuf setinggi 5 meter dan kanak-kanak Yesus setinggi 2.5 meter. Pada kaki patung "bapak-anak" itu terdapat patung atau relief gereja.
Patung itu menggambarkan tiga hal sekaligus. Yesus sebagai pendiri Gereja Katolik; Santo Yusuf sebagai ayah pengasuh Yesus; Santo Yusuf sebagai Pelindung Gereja Semesta.
Hal tersebut terakhir -- sebagai Pelindung Gereja Semesta -- ditetapkan oleh Paus Pius IX pada tahun 1870. Sejak itu nama Santo Yusuf banyak dipakai sebagai santo pelindung gereja Katolik di berbagai penjuru dunia.