Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Mendamba Ruma Opera Kaldera Toba

22 Januari 2024   06:14 Diperbarui: 22 Januari 2024   12:41 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan tewasnya Sisingamangaraja XII dalam pentas Opera Batak Sisingamangaraja XII oleh SMA Seminari Menengah Pematang Siantar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 6-7 Juli 2012 (Foto: Tangkapan layar YouTube nyotingAJA)

Pertama, penemuan kembali opera Batak. Ini langkah konsolidasi sumber daya opera Batak dengan cara membentuk sebuah organisasi pertunjukan opera Batak yang dikelola secara profesional. Organisasi Teater Broadway mungkin bisa jadi contoh.

Ada dua unsur penting yang harus menjadi perhatian organisasi pertunjukan opera Batak, yaitu pengembangan satu kelompok opera dan cerita opera Batak kelas dunia. Dua unsur itu akan menjamin kelangsungan pertunjukan sebagai bagian integral wisata Kaldera Toba.

Khusus cerita opera, ada dua cerita asli yang dapat ditulis-ulang menjadi naskah opera utama yaitu kisah Deakparujar dan Sisingamangaraja XII. Keduanya adalah lakon wajib dalam peetunjukan opera klasik Batak. 

Kisah Deakparujar -- lazim dijuduli "Sianjurmula-mula" -- adalah kisah genesis bumi dan manusia Batak. Sedangkan Sisingamangaraja XII adalah kisah heroik perlawanan orang Batak kepada Belanda si penjajah yang sarat intrik.

Kedua, pembangunan sebuah ruma opera Batak kelas dunia di Kaldera Toba. Bisa di Parapat atau Balige atau tempat lain yang dinilai strategis. Sydney Opera House bisa menjadi contoh untuk kualitas ruma opera yang diharapkan.

Aku membayangkan ruma opera Batak itu, dengan struktur ruma bolon Batak gigantik yang dimodernisasi, berdiri di sebuah teluk atau semenanjung di danau Kaldera Toba. 

Di situ tanah dan perairan, udara terbuka, serta batuan lava andesit/dasit serta pepohonan diintegrasikan secara harmonis menjadi sebuah panggung opera berwawasan ekologis.

Bayangkan satu adegan dramatis ini. Di tengah kegelapan, sebelum ada terang, Boru Deakparujar turun dari kayangan bergelantung pada seutas benang tenun, hingga jemari kakinya menyentuh permukaan air. Itulah adegan awal genesis bumi dan manusia Batak, yang secara mitologis digambarkan selayaknya Taman Eden.

Tentu saja bukan hanya opera Batak yang akan dipanggungkan di ruma opera Kaldera Toba itu. Bisa juga sendratari Mahabrata, atau drama musikal Miss Saigon (Claude-Michel Schönberg dan Alain Boublil), atau opera Turandot (Puccini), atau oratorio Messiah (Georg Friedrich Händel), atau lantunan aria-aria dari Andrea Bocelli. 

Tapi Ruma Opera Kaldera Toba itu kubayangkan sebagai rumah bagi seni tradisi opera Batak. Sebuah rumah yang mengundang orang dari delapan penjuru dunia, untuk datang menyaksikan riwayat bumi dan manusia Kaldera Toba dipanggungkan. 

Wisatawan dengan begitu tak hanya datang untuk memandang dan berendam di air danau. Tapi juga mendapatkan pesan dan kesan mendalam, tentang kisah manusia di balik keindahan Kaldera Toba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun