Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Mendamba Ruma Opera Kaldera Toba

22 Januari 2024   06:14 Diperbarui: 22 Januari 2024   12:41 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan tewasnya Sisingamangaraja XII dalam pentas Opera Batak Sisingamangaraja XII oleh SMA Seminari Menengah Pematang Siantar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 6-7 Juli 2012 (Foto: Tangkapan layar YouTube nyotingAJA)

Akhir 1970-an itu sudah masuk senjakala opera Batak. Pergeseran perilaku nonton masyarakat ke media televisi dan bioskop murah menyebabkan opera secara perlahan kehilangan massa penontonnya. Lalu mati satu per satu. Serindo sendiri seakan hidup segan mati tak mau.

Aku ingat betul waktu menonton satu pertunjukan opera Batak di balairung Onan Porsea. Hujan turun deras, balairung bocor, malam mulai merangkak. Pemain opera bermain dalam gigil di panggung, dingin oleh air tiris dan udara malam. 

Penonton segelintir, umumnya tak begitu peduli. Yang muda yang bercinta sibuk saling remas tangan dengan pasangan masing-masing. Aku yang jomlo menatap nanar para pemain di panggung. Tak yakin apakah mereka hanya sedang main peran ataukah sedang memanggungkan kepedihan hidupnya sendiri.

Seandainya kutahu segetir apa hidup para punggawa opera Batak di senjakalanya akhir 1970-an, niscaya aku menitikkan air mata. Tapi aku tidak tahu, sungguh, tidak tahu waktu itu.

Pementasan opera oleh Pusat Latihan Opera Batak (PLOt), Pematang Siantar (Foto: batakheritage.wordpres.com)
Pementasan opera oleh Pusat Latihan Opera Batak (PLOt), Pematang Siantar (Foto: batakheritage.wordpres.com)

Gagas Ruma Opera Kaldera Toba

Hari ini bisa dikatakan opera "klasik" Batak ala Tilhang tinggal kenangan. Beberapa aktivis budaya Batak kini berinisiatif menghidup-hidupkannya. Satu yang menonjol adalah Pusat Latihan Opera Batak (PLOt), Pematang Siantar binaan budayawan Thomson Hutasoit.

Fokus PLOt adalah pengembangan "opera transisional". Itu semacam "bentuk peralihan", antara opera Batak "klasik" dan teater modern. Opera transisional itu sudah dilengkapi naskah tertulis dengan plot baku. Sementara opera Batak "klasik" tak dilengkapi naskah tertulis, sehingga sarat improvisasi.

Kegiatan PLOt, juga beberapa kelompok lain yang sifatnya sporadis, layak diapresiasi dan difasilitasi sebagai upaya penemuan kembali (reinventing) seni tradisi opera Batak. Matinya kelompok-kelompok opera klasik Batak telah menyisakan ruang kosong dalam budaya Batak di Kaldera Toba.

Dalam konteks upaya pengembangan Kaldera Toba sebagai destinasi wisata kelas dunia, revitalisasi opera Batak menjadi sangat relevan dan urgen. Sejauh ini tak ada unsur seni budaya yang dapat dinikmati pengunjung Kaldera Toba kecuali gondang dan tortor Batak, termasuk tortor boneka sigale-gale dan hoda-hoda (kuda-kudaan). Betapapun itu unik, tapi sulit diharapkan menjadi sebuah pertunjukan kelas dunia.

Seni tradisi opera Batak jelas punya potensi untuk menjadi seni pertunjukan kelas dunia khas Kaldera Toba. Opera Batak punya potensi besar untuk dijual sebagai atraksi wisata seni-budaya. Wisatawan akan datang menonton opera Batak seperti halnya menonton pertunjukan opera di Eropa atau drama musikal di Brodway Amerika.

Untuk mengangkat opera Batak ke tingkat dunia, sedikitnya dua langkah berikut perlu dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun