Badan ini punya dua bidang wewenang (otoritas) yaitu pengelolaan dan pengembangan suatu resort Kaldera Toba (387 ha di Kecamatan Ajibata) dan koordinasi/sinkronisasi perencanaan dan pengembangan kawasan pariwisata lingkar Kaldera Toba.
BPODT membagi Kaldera Toba ke dalam 6 Key Tourism Area (KTA) yaitu Parapat (MICE), Balige (Urban Heritage), Muara (Geo-Culture), Pangururan (Geotourism), Merek (Nature), dan Simanindo (Culture). Keenam KTA tersebut berimpit dengan 16 geosite BPGKT.
Boleh dikata pengembangan Kaldera Toba kini bersifat wisata sentris. Wisata menjadi sektor pemimpin (leading sector). Apa saja diimbuhi wisata. Danau, pantai, batu, sawah, hutan, bukit, air terjun, kuliner, tekstil, budaya, dan sebagainya dipoles menjadi potensi wisata.
Event kelas dunia juga digelar di sana dalam kerangka penjenamaan wisata kelas dunia. Semisal kejuaraan dunia powerboat F1H2O dan kejuaraan dunia Jetski Aquabike tahun 2023 yang lalu.Â
Pertanyaan kritisnya apakah pengembangan Kaldera Toba hanya soal wisata semata? Seolah manusia kaldera itu hanya hidup dari wisata?Â
Bukankah, sebelum wisata ada, manusia Kaldera Toba sudah berjuang membangun sistem pertanian pangan, hortikultura, kehutanan, perikanan, industri kerajinan, dan perdagangan? Juga bukankah sudah mengembangkan budayanya, sistem nilai, lewat pembentukan dan pelestarian ragam pranata dan organisasi religi dan adat?
Saatnya kini mengoreksi bias wisata dalam pengembangan potensi Kaldera Toba. Suatu paradigma yang bersifat holistik, yaitu ekologi manusia, bisa mengoreksinya.
Dalam rangka koreksi itu juga, pengembangan Kaldera Toba mestilah berbasis riset saintifik. Dengan demikian suatu riset ekologi manusia kaldera harus dilakukan secara berkelanjutan di sana.
Teba Riset Ekologi Manusia Kaldera
Sebagai suatu ekologi manusia, Kaldera Toba merupakan hasil interaksi tiga pilar ekologi.Â
Pertama, kebumian atau geografi fisik Kaldera Toba khususnya aspek-aspek rupa bumi (geomorfologi), tata-air (hidrologi), tanah (pedologi), dan iklim (klimatologi dan metereologi).