Status Geopark Kaldera Toba itulah yang mengubah perspektifku. Aku kini melihatnya dengan perspektif ekologi manusia, suatu ajang interaksi manusia dengan lingkungannya.Â
Tiga pilar geopark yaitu geologi, biologi (hayati), dan budaya berinteraksi secara triangular mewujudkan suatu ekologi manusia yang kini disebut Kaldera Toba. Interaksi itu setidaknya dimulai 30,000 tahun lalu, sejak Pulau Samosir timbul ke permukaan dari dasar danau kaldera. Menyusul letusan dahsyat Gunung Toba 74,000 tahun lalu.
Mulanya adalah interaksi antara geologi dan biologi. Ini menghasilkan kekayaan flora dan fauna Kaldera Toba.Â
Manusia Batak mungkin baru hadir di sana 1,000 tahun lalu. Mereka, dengan kekuatan budayanya, mengelola kekayaan geologis dan biologis di sana.Â
Maka jadilah interaksi triangular antara kekayaan geologi, biologi, dan budaya dalam 1,000 tahun terakhir. Itulah suatu proses ko-evolusi antara tiga pilar yang membentuk Kaldera Toba sebagai sebuah ajang ekologi manusia.Â
Kaldera Toba sebagai ekologi manusia berkembang menuju kompleksitas interaksi triangular antara tiga pilarnya. Pilar budaya tampil memimpin di situ. Dia menentukan apakah Kaldera Toba akan menjadi berkah berkelanjutan bagi manusia. Atau sebaliknya menjadikannya lembah derita.
Di satu sisi geologi dan biologi kaldera menghidupi manusia di sana. Tapi di lain sisi ulah manusia yang eksploiratif telah mendorong geologi, berikut hidrologi, memukul balik manusia kaldera lewat bencana tsnah longsor dan banjir bandang.Â
Kompleksitas interaksi triangular antara geologi, biologi, dan budaya itulah yang menjadi fokus kajian ekologi manusia. Sekaligus itu pula yang menjadi fokus tulisan-tulisanku tentang Kaldera Toba.
Bukan kerja pikir yang mudah, tentu saja. Sebagai sosiolog pedesaan, akuxmungkin tak perlu belajar keras lagi ilmu-ilmu sejarah, antropologi, ekonomi, pertanian, dan ekologi pedesaan. Sosiologi pedesaan yang aku pelajari mencakup semua itu.Â
Tapi geologi, hidrologi, dan arkeologi? Aku harus jungkir balik mempelajarinya. Agar tak salah mengerti hasil riset ilmu-ilmu itu, dan tak menyesatkan pembaca dengan informasi keliru.
Begitulah tantangan menulis Kaldera Toba dengan perspektif Ekologi Manusia. Menyerah? Tidaklah. Aku sudah terlalu tua untuk menyerah.