Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Dunia U-17: Permainan Kelas Dunia Indonesia Melawan Panama

14 November 2023   05:54 Diperbarui: 14 November 2023   13:24 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi striker Timnas Indonesia Arkhan Kaka Putra Purwanto (tengah) usai mencetak gol ke gawang Timnas Panama pada laga penyisihan Grup A Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, Senin (13/11/2023). (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nym).

Aku sudah menyiapkan diri menonton laga Indonesia versus Panama di Piala Dunia U-17 2023.  Setidaknya memastikan colokan listrik TV tak bermasalah.  Dan bubuk kopi masih ada di toples; persiapan merayakan gol Indonesia dengan secangkir kopi.

Silahkan menertawakan diriku. Karena aku terlalu cinta pada Timnas Indonesia yang memang kerap bikin kecewa.  Tapi aku sudah siap mental dikecewakan.  Itu jelas baik ketimbang ulah supporter memaki para garuda muda kita via medsos lantaran sering bikin kesalahan saat melawan Ekuador. Sampai-sampai, kata Coach Bima Sakti, ada pemain yang down.

Mungkin ada yang nyinyir bilang kalau jadi pemain bola jangan cengeng, dong.  Disentil dikit, langsung mewek.  Eh, gue bilangin lu pade, ye.  Jangankan anak usia 17 tahun, bapak-bapak dan ibu-ibu serta kakek-kakek dan nenek-nenek aja baru-baru ini ada yang mewek.  Bukan karena dimaki tapi (hanya) karena merasa ditinggal Jokowi.

Aku sudah nonton laga Brasil versus Iran yang berakhir dengan skor 2-3 . Itu inspiratif banget.  Tertinggal 2-0 di babak pertama, Iran melakukan  comeback  spektakuler di babak kedua dan menggulung Brasil dengan skor akhir 3-2. 

Endurance, power, speed, and precision. Itulah yang pantas diteladan para punggawa Indonesia U-17 dari para pemain Iran U-17.   Dari sisi teknik dan skill, pemain-pemain Iran itu secara rata-rata di bawah Brasil. Tapi dengan 4 faktor di atas,  lihatlah,  para pemain Iran sukses memporak-porandakan Brasil, juara bertahan dan favorit juara itu.

Akankah Iran mengispirasi Indonesua kali ini?

***

Pukul 19.00 WIB kurang beberapa menit -- jarum jam dinding di rumahku rada ngawur -- aku menyalakan TV.  Siap mental menerima kenyataan jika Indonesia pada akhirnya harus menang melawan Panama.

Indonesia membuka permainan dengan formasi 4-3-3.  Dengan formasi ini, Coach Bima ingin membangun serangan dan pertahanan secara berimbang. Serangan akan bertumpu pada Kaka yang didukung dua pemain sayap, Afrizal dan Jehan. 

Sementara Panama menerapkan formasi 4-4-2 yang kuat dalam pertahanan dan tajam dalam penyerangan. Formasi ini mengandaikan hadirnya dua striker tajam untuk mencetak gol.  

Tapi itu semua formasi yang menipu. Begitu wasit meniup peluit, Panama langsung menaikkan garis pertahanannya menjadi garis serang ke wilayah pertahanan Indonesia. 

Akibatnya Indonesia terkurung dan tertekan di sekitar daerah penalti. Hanya bisa bertahan dan bertahan dari serangan bergelombang anak-anak Panama. Tiada jeda tarik nafas untuk kapten Iqbal dan kawan-kawan.

Indonesia benar-benar mati gaya. Permainannya gak berkembang. Formasi 4-3-3 menjadi formasi "galasin", pertahanan semesta.

Sepanjang 20 menit pertama, aku benar-benar sesak nafas. Cemas banget. Aku melihat betapa garuda-garuda muda kehilangan akurasi. Passing bola kerap kali jatuh di kaki pemain Panama, di daerah pertahanan sendiri. Membuat anak-anak Panama begitu leluasa  memborbardir gawang Indonesia. Seolah-olah merekalah akamsi -- anak kampung sini.

Hei, garuda-garuda muda, bangunlah. Jangan biarkan anak "kampung" Panama itu ngrusuhi "kampung"-mu. Usir mereka ke kampungnya.

Syukurlah. Setelah menit ke-20 anak-anak Indonesia U-17 secara sporadis mulai bisa bangkit dan menusuk ke daerah pertahanan Panama. Itu membuat anak-anak Panama mulai mikir, "Wah bisa nyerang juga anak-anak Indonesia."

Memang serangan Indonesia tak terlalu mengancam. Tapi itu cukuplah untuk membuat Panama lebih ketat menjaga wilayah pertahanannya. Sehingga intensitas serangan Panama sedikit mengendur.

Memasuki injury time babak pertama, Panama kembali menaikkan intensitas serangan. Lagi, pertahanan Indonesia kocar-kacir. Hilang konsentrasi. 

Puncaknya, dalam sebuah kemelut di kotak penalti, bola clearance dari bek Indonesia justru jatuh ke kaki Castillo. Itu yang kutakutkan. Pemain Panama ini langsung membawa bola meliuk-liuk melewati tiga pemain Indonesia di kotak penalti, men-chop bola melewati kepala kiper Ikram dan, sial, gol.

Skor 1-0 untuk Panama. Jantungku rasanya langsung kiwir-kiwir. Hasratku minum kopi terbang sudah.

Babak pertama berakhir. Jeda 15 menit aku gunakan untuk ngupil, no idea. Hanya bisa berharap. Mudah-mudahan pada babak kedua Indonesia melakukan comeback spektakuler. Seperti Iran saat melawan Brasil.

***

Aku tak sempat menyaksikan kick off babak kedua karena sibuk kencing di kamar mandi. Demi melepas ketegangan.

Tapi begitu kembali ke depan televisi, aku terpana. Astaga! Indonesia kulihat kini menyerang, mengepung, dan memborbardir Panama. What a great comeback!

Harapanku terkabul rupanya. Indonesia seperti kerasukan Iran. Atau mungkin kerasukan Mali, yang sore harinya memporak-porandakan pertahanan Spanyol hanya dengan 10 pemain.  Walau anak-anak Mali itu akhirnya harus puas dengan kekalahan 0-1.

Apa yang terjadi? Ah, ternyata di babak kedua Coach Bima melakukan pergantian signifikan. Amar masuk menggantikan Jehan dan Nabil menggantikan Kafiatur. Pergantian ini membuat lini serang Indonesia lebih hidup. Kaki-kaki Kaka seakan lepas dari pasungan yang membelenggu sepanjang babak pertama.

Indonesia kini memanggungkan permainan kelas dunia. Determinasi sepanjang permainan: endurance, power, speed, and precision. Passing pendek cepat dan bola-bola crossing akurat dimainkan. Panama gelagapan. Ruang-ruang kosong kerap tercipta di daerah pertahanannya.

Pikirku, kalau anak-anak Indonesia konsisten main begini, maka gol hanya soal waktu saja. Aku melirik toples kopi yang masih setia menunggu.

Benar saja. Pada menit 54, Welber mengirim umpan lambung pendek ke kotak penalti Panama. Kaka yang berdiri di depan gawang melompat menyambut bola dengan sebuah heading akurat, tepat mengarah ke sudut kanan atas gawang Panama. Kiper Romero gagal menepis bola.

Gooolll! Skor 1-1. Gile bener lu, Dik Kaka. Kau kembalikan jantungku ke tempat semula. Tadi entah ke mana. Embuh. Secangkir kopi kuseduh untuk merayakan gol indahmu. That's a world class goal, buddy.  

Skor 1-1 membuat permainan bertambah seru dan keras. Jual-beli seranngan mengalir tiada henti. Kartu kuning dicabut wasit. Tembakan-tembakan maut silh-berganti mengancam gawang Ikram dan Romero. 

Kedua kiper tersebut berjibaku mengamankan gawang masing-masing. Mereka berdua adalah man of the match dalam laga tadi malam. Bisa dibayangkan banjir gol andai mereka tak ada di bawah mistar gawang.

Hingga tambahan waktu babak kedua habis, tak ada tambahan gol untuk Indonesia dan Panama. Yang ada cuma nyaris dan nyaris gol lagi.  

Hebatnya, gak ada pemain Indonesia U-17 yang kram sampai akhir pertandingan. Gak kayak di laga kontra Ekuador.

Laga usai dengan skor akhir 1-1. Sisa kopi kusesap nikmat, menyisakan endapan hitam di dasar cangkir. 

Endapan hitam itu adalah simbol harapan terpendam. Sesuatu yang  basit sejak lama di dasar hati, tak kunjung menjadi kenyataan. Hanya mimpi di rupa tanya: mungkinkah Indonesia unjuk gigi di Piala Dunia?

Anak-anak Indonesia U-17 sudah menjawab pertanyaanku. Mereka sudah unjuk gigi di Piala Dunia U-17 2023 ini. Benar-benar unjuk gigi. Bermain imbang 1-1 melawan Ekuador dan Panama bukan sebuah kebetulan, bukan pula nasib mujur, tapi benar-benar hasil unjuk gigi, perjuangan keras.

Jadi bukan tak mungkin Indonesia memetik nilai dari laga lawan Maroko nanti. Maroko memang hebat, masuk semi final Piala Dunia 2022. Tapi ingat, itu Timnas Senior Maroko yang dimotori pemain-pemain senior di Liga Eropa. Lawan Maroko kali ini adalah pemain-pemain muda, seumuran punggawa Garuda Muda.

Aku beri sebuah rahasia matematika pernyataan, ya. Indonesia sama kuat  1-1 dengan Ekuador (P1); Ekuador mengalahkan (2-0) Maroko (P2); (Maka) Indonesia (juga) mengalahkan Maroko (K).

Optimis berdasar fakta, boleh, dong. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun