Sekitar 38 persen luas areal tergolong lahan kritis (belukar, rumput ilalang, dan gundul). Di lain sisi dia meningkatkan sedimentasi danau sehingga terjadi pendangkalan.
Kedua, peningkatan kerusakan lahan dan hutan. Penebangan liar dan konsesi hak pengusahaan hutan yang tak terkendali telah menyebabkan pengurangan luasan hutan di Kaldera Toba. Â Idealnya luas hutan sekitar 144,000 ha (51 persen dari luas DTA), faktanya tinggal sekitar 58,000 ha (15 persen areal DTA, data satelit 2012).Â
Sekali hutan ditebang, maka pemulihannya cenderung kalah oleh erosi. Bekas hutan justru berubah menjadi belukar dan padang ilalang. Â Pada musim kemarau, belukar dan ilalang rentan terbakar, sehingga areal berubah menjadi lahan gundul. Erosi mengikis tanah, menyisakan batuan yang mustahil ditumbuhi tanaman.
Kondisi itu diperparah pula dengan munculnya usaha Galian C, penambangan batu di dinding kaldera bahkan sampai puncaknya..
Pada gilirannya kondisi tanah kritis itu bisa berujung pada tanah longsor dan banjir badang. Hal itu baru saja terjadi misalnya di Simangulampe, Bakkara - Baktiraja, Humbang Hasundutan. Â Sebelumnya terjadi di desa Sabulan, sebelah barat Baktiraja.
Ketiga, peningkatan pencemaran air dari limbah peternakan, pertanian, perikanan jaring apung, dan rumah tangga. Â Akibatnya air danau mengalami pengayaan kadar hara (eutrofikasi), Â semisal mineral dan nutrisi, juga nitrogen dan fosfor. Â Kondisi inilah yang memicu perluasan tutupan eceng gondok di Danau Toba.Â
Peningkatan pencemaran itu sudah menimbulkan pukulan balik. Â Ratusan ton ikan telah mati di area budidaya karamba jaring apung alam beberapa tahun terakhir. Arus bawah air telah mengangkat endapan limbah pakan ikan (pelet) ke permukaan, sehingga ikan mati sesak nafas karena kekurangan oksigen.
Apa yang sedang terjadi di Kaldera Toba adalah semacam gejala tragedi kepemilikan bersama (tragedy of the commons, Garret Hardin). Semua pihak merasa paling berhak untuk mengeksploitasi dan mendapat manfaat terbesar dari Kaldera Toba. Â Tapi tak ada pihak yang merasa paling wajib memelihara kelestarian Kaldera Toba. Â
Jika diminta untuk memperbaiki kerusakan lingkungan kaldera, atau memeliharanya, maka pihak-pihak pemanfaat itu akan marsitugan-tuganan, saling lempar tanggung-jawab. Begitu terjadi terus-menerus sehingga tidak ada yang bertanggung-jawab dan, sementara itu, mutu lingkungan Kaldera Toba semakin memburuk.
***