Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kaldera Toba Menuju Tragedi Kepemilikan Bersama?

5 Desember 2023   05:58 Diperbarui: 5 Desember 2023   18:11 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saran itu bermaksud menekan tutupan eceng gondok di garis pantai danau. Bersama Dinas Peternakan, kami membikin percontohan di Balige. Kami membeli dua ekor anakan babi untuk dipiara seorang warga setempat. Dia baru tahu babi ternyata mau makan racikan eceng gondok.

Tempus fugit, waktu berlalu.  Beberapa tahun setelah kegiatan riset itu, Kalpataru dihapuskan. Proyek percontohan "babi makan eceng gondok" juga tak ada lagi kabarnya. Kami yakin dua ekor babi itu sudah berubah menjadi saksang, cincang bumbu darah khas Batak.

Kematian ratusan ton ikan budidaya jaring apung di Danau Toba tahun 2018 (Foto: via tirto.id)
Kematian ratusan ton ikan budidaya jaring apung di Danau Toba tahun 2018 (Foto: via tirto.id)

***

Setelah riset tahun 1996 itu, aku tak begitu intens mengikuti perkembangan isu lingkungan Kaldera Toba. Walau tak sepenuhnya abai, sih. Sesekali masih baca dan dengar berita joroknya air danau, matinya ratusan ton ikan di jaring apung, penggundulan hutan, erosi dan banjir badang, dan penurunan tinggi permukaan danau.

Sampai tiba tahun 2014. Aku baca berita Kaldera Toba ditetapkan sebagai Geopark Nasional Kaldera Toba. Lalu seiring itu upaya menjadikan Kaldera Toba sebagai Geopark Global UNESCO -- yang sudah dirintis sejak awal 2010-an -- juga semakin intensif.

Rupanya penetapan geopark nasional, dan pengupayaan status geopark global, itu adalah langkah-langkah pengendalian degradasi lingkungan Kaldera Toba. Status geopark dijadikan instrumen pengendalian dampak-dampak lingkungan.

Lantas aku coba pelajari draft naskah Master Plan Kaldera Toba 2018-2030. Sejumlah gejala degradasi lingkungan diungkap di situ. 

Pertama, peningkatan dan perluasan erosi permukaan tanah. Sekitar 42 persen dari kawasan Kaldera Toba adalah lereng perbukitan dengan kemiringan >15 persen, curam dan terjal dan, karena itu, rawan erosi.

Disebutkan 97 persen tanah kaldera adalah jenis rawan erosi -- 58 persennya tergolong sangat rentan. Seperti litosol, regosol, podsolik coklat, dan tanah hutan coklat. Jenis-jenis tanah ini gampang tergerus aliran permukaan (run off) saat turun hujan lebat.

Tingkat erosi tinggi itu berdampak ganda. Di satu sisi mengupas lapisan atas tanah (top soil), sehingga menambah luas areal lahan kritis di daerah tangkapan air (DTA) Kaldera Toba. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun