Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kaldera Toba Menuju Tragedi Kepemilikan Bersama?

5 Desember 2023   05:58 Diperbarui: 5 Desember 2023   18:11 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karamba jaring apung di perairan Danau Kaldera Toba (Foto: tubasmedia.com)

Sekitar 38 persen luas areal tergolong lahan kritis (belukar, rumput ilalang, dan gundul). Di lain sisi dia meningkatkan sedimentasi danau sehingga terjadi pendangkalan.

Kedua, peningkatan kerusakan lahan dan hutan. Penebangan liar dan konsesi hak pengusahaan hutan yang tak terkendali telah menyebabkan pengurangan luasan hutan di Kaldera Toba.  Idealnya luas hutan sekitar 144,000 ha (51 persen dari luas DTA), faktanya tinggal sekitar 58,000 ha (15 persen areal DTA, data satelit 2012). 

Sekali hutan ditebang, maka pemulihannya cenderung kalah oleh erosi. Bekas hutan justru berubah menjadi belukar dan padang ilalang.  Pada musim kemarau, belukar dan ilalang rentan terbakar, sehingga areal berubah menjadi lahan gundul. Erosi mengikis tanah, menyisakan batuan yang mustahil ditumbuhi tanaman.

Kondisi itu diperparah pula dengan munculnya usaha Galian C, penambangan batu di dinding kaldera bahkan sampai puncaknya..

Pada gilirannya kondisi tanah kritis itu bisa berujung pada tanah longsor dan banjir badang. Hal itu baru saja terjadi misalnya di Simangulampe, Bakkara - Baktiraja, Humbang Hasundutan.  Sebelumnya terjadi di desa Sabulan, sebelah barat Baktiraja.

Ketiga, peningkatan pencemaran air dari limbah peternakan, pertanian, perikanan jaring apung, dan rumah tangga.  Akibatnya air danau mengalami pengayaan kadar hara (eutrofikasi),  semisal mineral dan nutrisi, juga nitrogen dan fosfor.  Kondisi inilah yang memicu perluasan tutupan eceng gondok di Danau Toba. 

Peningkatan pencemaran itu sudah menimbulkan pukulan balik.  Ratusan ton ikan telah mati di area budidaya karamba jaring apung alam beberapa tahun terakhir. Arus bawah air telah mengangkat endapan limbah pakan ikan (pelet) ke permukaan, sehingga ikan mati sesak nafas karena kekurangan oksigen.

Apa yang sedang terjadi di Kaldera Toba adalah semacam gejala tragedi kepemilikan bersama (tragedy of the commons, Garret Hardin). Semua pihak merasa paling berhak untuk mengeksploitasi dan mendapat manfaat terbesar dari Kaldera Toba.  Tapi tak ada pihak yang merasa paling wajib memelihara kelestarian Kaldera Toba.  

Jika diminta untuk memperbaiki kerusakan lingkungan kaldera, atau memeliharanya, maka pihak-pihak pemanfaat itu akan marsitugan-tuganan, saling lempar tanggung-jawab. Begitu terjadi terus-menerus sehingga tidak ada yang bertanggung-jawab dan, sementara itu, mutu lingkungan Kaldera Toba semakin memburuk.

Kondisi permukiman Desa Simangulampe, Baktiraja Humbang Hasundutan, Sumut pada 2 Desember 2023, sehari setelah terjangan banjir bandang dan longsor (Foto: Kantor SAR Medan via hariansib.com)
Kondisi permukiman Desa Simangulampe, Baktiraja Humbang Hasundutan, Sumut pada 2 Desember 2023, sehari setelah terjangan banjir bandang dan longsor (Foto: Kantor SAR Medan via hariansib.com)

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun