Kedua, kuesioner pengumpukan data kuantitatif semisal data demografis keluarga, luas penguasaan dan pengusahaan lahan, pendapatan usahatani dan non-usahatani, dan manfaat penyuluhan pertanian.
Memasuki minggu kedua Januari 1984 proposal riset skripsiku sudah selesai. Lengkap mulai dari latar belakang, permasalahan, tujuan, kegunaan, tinjauan pustaka, kerangka pikir, metode riset, sampai instrumen pengumpulan data lapangan.
"Silahkan berangkat ke lapangan," Â perintah dospemku sambil membubuhkan tandatangan pada lembar persetujuan proposal. "Berapa lama di sana?"
"Satu bulan, Pak."
"Ya, sudah. Â Selamat jalan."
Persiapan ke Lapangan
Aku keluar dari ruangan Prof. Sayogyo sambil memikirkan hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk keberangkatan dan kegiatan di lapangan. Â Uang, pakaian, kuesioner, alat tulis-menulis, dan surat-surat keterangan.
Semua harus disiapkan secara cermat. Â Agar kerja di lapangan tak terhambat.
Aku secara sengaja telah memilih lokasi riset yang belum atau tak kukenal sama sekali. Jauh pula dari Bogor. Â Itulah Daerah Transmigrasi Tulangbawang, Â Lampung Utara.
Aku tiba pada pilihan ini setelah membaca laporan-laporan kajian transmigrasi di LPSP dan MET. Â Tulangbawang itu tergolong baru, masih di bawah binaan Departemen Transmigrasi. Â Belum diserah-terimakan kepada Departemen Dalam Negeri.
Saat mengurus surat pengantar di Departemen Transmigrasi, Jakarta seorang pegawai memberitahuku lokasi Tulangbawang. Â Ternyata terpencil di pedalaman Lampung Utara sana.
Pegawai Departemen Transmigrasi itu juga memberi petunjuk cara mencapai lokasi itu. Naik bus dulu dari Grogol ke Pelabuhan Merak. Dari situ naik feri ke Bakauheni. Lanjut naik bus ke Rajabasa, Bandar Lampung. Â Kemudian nyambung naik bus ke Menggala. Â Dari Menggala naik angkutan desa ke Tulangbawang.