Karena itu pernyataan refelektif Prabowo adalah daftar keinginannya. Â Frasa yang disampaikan berulang kali adalah "saya ingin melihat ... (tidak ada kemiskinan, bangsa saya terhormat, berdiri di atas kaki sendiri, Â pakai buatan Indonesia)."Â
Tak ada yang salah dengan keinginan Prabowo kecuali bahwa bahasa tubuhnya mengisyaratkan hal-hal itu disampaikan secara taken for granted. Artinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Laksanakan saja!
Sebenarnya, kalau melihat latar-belakangnya sebagai militer, sikap Prabowo itu sesuatu yang masuk akal. Â Sebagai bawahan dia patuh tanpa mempertanyakan perintah atasannya. Â Sebagai atasan dia memberi perintah yang pantang dipertanyakan bawahannya. Pokoknya tak ada komunikasi, hanya instruksi. Laksanakan saja!
Satu contoh untuk menjelaskan ini adalah food estate singkong di Kalimantan. Asumsinya ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional.  Jadi memang ada tanggungjawab Kementerian Pertahanan di situ. Â
Food estate singkong itu adalah perintah yang harus dilaksanakan.  Tak ada ruang perbantahan tentang ketaksesuaian lahan, ketaksiapan teknologi, sampai risiko kegagalan. Pokoknya itu mission impossible yang harus sukses. Hasilnya? Diberitakan gagal.
***
Dari paparan tafsir atas refleksi tiga bacapres di atas sebenarnya sudah terbaca indikasi tipologis. Â Siapa bacapres yang cenderung menganut paradigma kerja, dalam arti instruktif, searah dalam relasi subyek - obyek. Â Lalu siapa bacapres yang cenderung menganut paradigma komunikasi, dalam arti komunikatif, dua arah dalam relasi subyek - subyek (intersubyektivitas).
Saya sebenarnya sedikit tergoda untuk memetakan tiga bacapres itu pada tipe-tipe kemimpinan otokratis, demokratis, dan laissez-faire. Tapi saya kira hal itu tak adil karena hanya mendasarkan diri pada tafsir refleksi yang sifatnya terbatas.  Untuk tiba pada kesimpulan tipologi kepemimpinan tiga  bacapres itu, perlu kajian mendalam tentang gaya kepemimpinan yang telah diterapkannya saat menjalankan jabatan publik.
Tapi berdasar tafsir atas refleksi tiga bacapres itu, kendati tetap terbuka untuk disanggah, sekurangnya sudah bisalah diketahui siapa bacapres yang  mau serius dan tulus mengenali dirinya secara jujur, dalam rangka mengenali rakyatnya. Â
Hal itu sangat penting mengingat seorang presiden seharusnya mengenal rakyatnya sebagaimana rakyat juga harus mengenal presidennya. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H