Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melawan Arah Sampai Mati: Senjang Budaya dan Mental Terabas di Jalan Raya

4 September 2023   11:49 Diperbarui: 4 September 2023   19:12 1201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya beberapa hari setelah tabrakan yang merenggut tujuh nyawa di Lenteng Agung, fenomena pemotor lawan arah sudah kembali marak di ruas jalan yang sama.  Seolah-olah tidak pernah terjadi kecelakaan tragis di situ.

Boleh dikata para pemotor itu setia melawan arah sampai mati di jalanan. Mereka bukan tak sadar melawan arah bisa membahayakan nyawa mereka dan orang lain. Tapi mental terabas telah mendarah daging sehingga mereka beranggapan melawan arah bukanlah kejahatan, melainkan semata siasat efisiensi. Prinsipnya, kalau bisa dekat kenapa harus jauh.

Para pemotor pelawan arah di satu sisi memang tampak mengumbar egoisme dan keserakahan.  Menguasai ranah publik yang menjadi hak orang lain untuk kepentingan sendiri. Tapi di lain sisi, mereka menganggap tindakannya sebagai pemenuhan haknya juga atas ranah publik.

Perlu dicatat fenomena mental terabas itu tak terbatas melawan arah di jalanan. Tapi juga berputar atau berhenti di sembarang tempat, menyerobot jalur kendaraan lain, serta menerobos zebra cross dan lampu merah. Semua itu  hanya menyumbang pada angka kecelakaan, tapi juga kemacetan di jalan raya.

Kematian tak menghentikan fenomena melawan arah di jalanan, kecuali bagi si mati, tentu saja. Sebab orang tak memikirkan risiko mati saat melawan arah, tapi memikirkan manfaat cepat tiba di tujuan. 

Satu-satunya cara untuk memupus gejala itu, yang nota bene adalah pelanggaran norma hukum positif, adalah penegakan hukum secara sistemik.  Tidak sporadis semacam razia-razia dadakan. Tapi melalui program sosialisasi intensif dan internalisasi peraturan lalu lintas kepada masyarakat.

Penting bagi kepolisian untuk memfasilitasi pembentukan kelembagaan berupa kelompok-kelompok relawan penegak aturan lalu-lintas di akar rumput.  Kelompok-kelompok itu dapat diberi wewenang terbatas penertiban lalu-lintas di wilayah domisili masing-masing.(eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun