Perseteruan manusia dengan tikus itu warisan desa. Pada mulanya tikus mengerati padi di sawah. Lalu petani yang geram meracuninya. Sampai mati!
Lantas desa menjadi kota. Tikus desapun menjadi tikus kota. Sebagian menjadi tikus got. Sebagian lagi tikus rumah.Â
Ya, tikus rumah. Mustahil dia bukan masalah. Sebab demikianlah definisi tikus.Â
"Kau turun, kau mati!"
Poltak berteriak marah. Jantungnya membara. Darahnya mendidih. Menggelegak ke ubun-ubun.
Sudah seminggu seekor tikus jantan berlarian hilir-mudik di atas plafon. Gaduh macam guruh. Entah apa yang dikejarnya. Selalu tengah malam. Saat tidur mulai lelap. Dan layar mimpi mulai terkuak.
"Jangan marah-marah. Tidurlah," Berta, istrinya, mengingatkan.
"Kenapa dia harus berlarian tengah malam? Ganggu orang tidur. Apa tak bisa merayap pelan-pelan?"
"Dia bukan cicak. Tidurlah."
"Berani turun, kubunuh dia!"