Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

KRL Commuter Line, Kereta Ziarah Kami ke Gua Maria Bukit Kanada Rangkasbitung

24 Agustus 2023   17:16 Diperbarui: 24 Agustus 2023   17:21 3328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana tenang di dalam gerbong KRL Commuter Line Lin Rangkasbitung pada suatu pagi. Penumpang tertidur atau terserap layar ponsel (Dokpri)

Aku sendiri duduk di gerbong 2, gerbong campuran.  Gerbong itu relatif lengang penumpang, sehingga aku tak perlu menggunakan previlese lansia. Aku bebas memilih mau duduk di bangku mana saja.

Sungguh nyaman melaju terayun-ayun dalam gerbong KRL bersih dan full AC menuju Rangkasbitung. Dua lelaki di bangku seberangku terlelap dalam duduknya sambil memeluk tas masing-masing. Seorang lelaki yang duduk di samping kananku juga teridur. Lelaki lain di bangku samping kanannya terserap oleh layar ponselnya.

Dua lelaki terlelap di gerbong KRL Commuter Line Lin Rangkasbitung pada suatu pagi  (Dokpri)
Dua lelaki terlelap di gerbong KRL Commuter Line Lin Rangkasbitung pada suatu pagi  (Dokpri)

Gerbong KRL itu tenang, bahkan cenderung hening. Semua penumpang silentium, berdiam diri. Kalau bukan terlelap, ya, terserap layar ponsel. Kondektur berdiri santai di pojok belakang, konsen menatap layar ponselnya. Ah, situasi hening yang mendukung penyiapan hati berziarah ke GMBK.

Suasana tenang di dalam gerbong KRL Commuter Line Lin Rangkasbitung pada suatu pagi. Penumpang tertidur atau terserap layar ponsel (Dokpri)
Suasana tenang di dalam gerbong KRL Commuter Line Lin Rangkasbitung pada suatu pagi. Penumpang tertidur atau terserap layar ponsel (Dokpri)

Penumpang terlelap di pagi hari, selain karena nyaman, pastilah juga karena merasa aman. Aman dari gangguan perjalanan, terutama kemungkinan kecelakaan. 

Saat singgah di Stasiun Sudimara, aku mengenang ratusan korban Tragedi Bintaro 1. Tanggal 19 Oktober 1987, kereta api lokal Rangkas  (KA 225) yang baru berangkat dari Sudimara menuju Jakarta Kota "adu banteng" di jalur tunggal dengan kereta api Patas Merak (KA 220) yang melaju dari Kebayoran menuju Merak. Penyebabnya, kegagalan komunikasi persinyalan, waktu itu masih manual, saat pemberangkatan kereta dari Sudimara.

Risiko kecelakaan KRL semacam itu kini telah ditekan ke titik terendah lewat digitalisasi persinyalan yang presisif dan pengoperasian rel ganda. Itu sebabnya para penumpang, termasuk aku, merasa sangat aman.

Perjalanan ziarah naik KRL  ke GMBK Rangkasbitung literally adalah perjalanan menuju keheningan. Di tiap stasiun persinggahan, jumlah penumpang turun lebih banyak dibanding  yang naik. Dari Maja ke Rangkasbitung, penumpang di gerbong 2 tinggal seorang, aku sendiri. Seakan aku naik di "gerbong pribadi". Ah, nikmatnya perjalanan melawan arus "jam padat" di hari kerja.

Tepat pukul 08.21 WIB kereta tiba di Stasiun Rangkasbitung. Seratus untuk KAI Commuter untuk ketepatan waktu ini. Itulah berkah elektrifikasi, digitalisasi, dan peremajaan KRL.

Kami berempat turun dari kereta dengan senyum syukur. Kartu-kartu tiket ditempel lagi pada panel card reader di turnstile gate pintu keluar. Terpotong dana Rp 8,000 per kartu atau per orang. Ongkos ini teramat jauh lebih murah ketimbang tiket bus umum dari Jakarta, termurah Rp 53,000 per orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun