Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Anies Baswedan Bacapres Pro-Perubahan?

29 Juli 2023   09:49 Diperbarui: 29 Juli 2023   14:29 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk penegasan, pada kesempatan lain dia mengatakan "perubahan bukan  berarti menghilangkan yang kemarin".  Hal itu dikatakannya sebab ada pertanyaan apakah Anies akan melanjutkan program Jokowi jika jia terpilih menjadi presiden. Semisal Proyek IKN, kereta api cepat, jalan tol Trans-Sumatra, dan hilirisasi hasil tambang. Dia menegaskan empat kemungkinan artikulasi perubahan yaitu menghentikan, mengoreksi, dan melanjutkan yang terdahulu serta melakukan hal baru. [2]

Jelas bahwa dikotomi "perubahan" versus "keberlanjutan" antara kubu pendukung Anies dan pendukung Ganjar Pranowo (juga Prabowo) adalah salah kaprah yang tak cerdas.  Secara konseptual perubahan dan keberlanjutan itu adalah dua sisi mata uang, bila pembangunan dipahami sebagai perubahan berencana menuju kemajuan (berkelanjutan).

Lawan "perubahan" itu adalah "stagnasi" atau status quo, atau bahkan kemunduran. Secara khusus artikulasi kemunduran itu adalah penolakan modernisasi demi penegakan tradisi. 

Pertanyaannya, tentu saja, benarkah pemerintahan Jokowi sejak 2014 membawa kemunduran atau stagnasi sosial, budaya, ekonomi, dan politik nasional? 

Jika tidak benar, maka gagasan "perubahan" yang ditiup-tiupkan Anies dan pendukungnya menjadi ahistoris dan tidak kontekstual. Dia, sekali lagi, tak lebih dari jargon kosong, sekadar penegasan "antitesis Jokowi".

Sejatinya jargon "perubahan" yang diusung Anies dan Koalisi Perubahan tak lebih dari inti pembangunan di setiap negara penganut paradigma modernisasi.  Di situ gerak perubahan berada  pada satu garis kontinum "kemunduran - kemajuan".  Artinya janji perubahan dapat saja berakhir di  kutub "kemunduran", "stagnan",  atau di kutub "kemajuan".

Barangkali ada pembelaan dengan merujuk penegasan  PKS (2022) saat  membentuk poros perubahan.  Katanya Indonesia harus berubah menjadi negara yang lebih adil, sejahtera, demokratis, bersatu, berdaulat, dan lebih berperan strategis di panggung politik global? [3]  

Ah, itu bukan hal baru. Sudah tercantum jelas dalam Pembukaan UUD 1945. Sejak masa Orde Lama sampai sekarang setiap Presiden Indonesia, termasuk Jokowi, juga telah menjanjikan hal semacam itu.

***

Di atas sudah ditunjukkan bahwa secara idiologis dan konseptual Anies dan Koalisi Perubahan mengarah pada paham "anti-perubahan".  Jargon perubahan yang digaungkan jelas bertentangan dengan konservatisme sosial, idiologi Koalisasi Perubahan. 

Secara konseptualpun isu "perubahan" yang ditawarkan bersifat ambigu. Salah satu kemungkinan arahnya adalah "gerak mundur" dari modern(isasi) berbalik ke tradisional(isasi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun