Sasaran utama pembangunan sebagai perubahan positif berencana adalah peningkatan taraf sosial-ekonomi warga atau masyarakat. Jika itu tak tercapai di Jakarta semasa pemerintahan Anies, berarti program pembangunan waktu itu tidak berjalan sebagai proses peningkatan taraf sosial-ekonomi masyakat. Tetapi berlangsung sebagai proses pengembangan properti. Di situ pemerintah berfungsi tak lebih dari sekadar developer, pengembang.
Dalam konteks itu, prasarana/sarana fisik yang dibangun tak lebih dari simulakra "ikon sukses perubahan", hiperrealitas yang diglorifikadi lewat kekuatan media sosial. Suatu realitas semu (maya) yang tak kogereb dengan realitas empiris. Ini menjelaskan mengapa pendukung Anies sangat meradang saat merespon rencana renovasi JIS, suatu "simulakra agung" untuk sukses perubahan Jakarta.
Pada akhirnya, saya hanya menyampaikan sebuah analisis yang terbuka untuk didebat atau difalsifikasi. Silahkan saja. Kita berdiskusi secara logis.
Tapi sebagai bahan diskusi saya harus menyimpulkan di sini bahwa, berdasar analisis di atas, Anies Baswedan dan Koalisi Perubahan tidaklah pro-perubahan, melainkan cenderung pada paham anti-perubahan. (eFTe)
Catatan Kaki:
[1] "Anies Baswedan: Tidak Mungkin Ada Keberlanjutan Tanpa Perubahan," Tempo.co (6 Mei 2023)
[2] "Anies: Perubahan Bukan Berarti Menghilangkan yang Kemarin," Kompas. com (17 Maret 2023)
[3] "Koalisi Perubahan dan Persatuan", Wikipedia.org
[4] "Ganjar dan Anies, Rekam Jejak Siapa yang Lebih Baik?" Kompasiana.com (31 Mei 2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H