Untuk penegasan, pada kesempatan lain dia mengatakan "perubahan bukan  berarti menghilangkan yang kemarin".  Hal itu dikatakannya sebab ada pertanyaan apakah Anies akan melanjutkan program Jokowi jika jia terpilih menjadi presiden. Semisal Proyek IKN, kereta api cepat, jalan tol Trans-Sumatra, dan hilirisasi hasil tambang. Dia menegaskan empat kemungkinan artikulasi perubahan yaitu menghentikan, mengoreksi, dan melanjutkan yang terdahulu serta melakukan hal baru. [2]
Jelas bahwa dikotomi "perubahan" versus "keberlanjutan" antara kubu pendukung Anies dan pendukung Ganjar Pranowo (juga Prabowo) adalah salah kaprah yang tak cerdas. Â Secara konseptual perubahan dan keberlanjutan itu adalah dua sisi mata uang, bila pembangunan dipahami sebagai perubahan berencana menuju kemajuan (berkelanjutan).
Lawan "perubahan" itu adalah "stagnasi" atau status quo, atau bahkan kemunduran. Secara khusus artikulasi kemunduran itu adalah penolakan modernisasi demi penegakan tradisi.Â
Pertanyaannya, tentu saja, benarkah pemerintahan Jokowi sejak 2014 membawa kemunduran atau stagnasi sosial, budaya, ekonomi, dan politik nasional?Â
Jika tidak benar, maka gagasan "perubahan" yang ditiup-tiupkan Anies dan pendukungnya menjadi ahistoris dan tidak kontekstual. Dia, sekali lagi, tak lebih dari jargon kosong, sekadar penegasan "antitesis Jokowi".
Sejatinya jargon "perubahan" yang diusung Anies dan Koalisi Perubahan tak lebih dari inti pembangunan di setiap negara penganut paradigma modernisasi.  Di situ gerak perubahan berada  pada satu garis kontinum "kemunduran - kemajuan".  Artinya janji perubahan dapat saja berakhir di  kutub "kemunduran", "stagnan",  atau di kutub "kemajuan".
Barangkali ada pembelaan dengan merujuk penegasan  PKS (2022) saat  membentuk poros perubahan.  Katanya Indonesia harus berubah menjadi negara yang lebih adil, sejahtera, demokratis, bersatu, berdaulat, dan lebih berperan strategis di panggung politik global? [3] Â
Ah, itu bukan hal baru. Sudah tercantum jelas dalam Pembukaan UUD 1945. Sejak masa Orde Lama sampai sekarang setiap Presiden Indonesia, termasuk Jokowi, juga telah menjanjikan hal semacam itu.
***
Di atas sudah ditunjukkan bahwa secara idiologis dan konseptual Anies dan Koalisi Perubahan mengarah pada paham "anti-perubahan". Â Jargon perubahan yang digaungkan jelas bertentangan dengan konservatisme sosial, idiologi Koalisasi Perubahan.Â
Secara konseptualpun isu "perubahan" yang ditawarkan bersifat ambigu. Salah satu kemungkinan arahnya adalah "gerak mundur" dari modern(isasi) berbalik ke tradisional(isasi).