"Anak-anak, pagi ini Pak Rapolo, Penilik Sekolah dari Parapat hadir di tengah-tengah kita. Â Beliau akan mengumumkan kelulusan murid-murid kelas enam tahun ini. Â Silahkan, Pak Penilik."
Giliran Pak Rapolo berbicara. Â "Mauliate, Pak Kepala Sekolah. Anak-anak, bapak pagi ini membawa kabar gembira untuk kalian."
Diam sejenak, tarik nafas.Â
"Dengan ini bapak umumkan, seluruhnya, delapanbelas orang murid kelas enam Sekolah Dasar Hutabolon dinyatakan lulus!" Senyum Pak Rapolo tambah lebar, tampak puas.
Tepuk tangan dan tempik-sorak suka-cita bergemuruh dari barisan murid-murid. Â Juga dari barisan guru-guru. Â Semua gembira, terutama murid-murid kelas enam, Guru Arsenius, dan Guru Henok.Â
Kelulusan murid-murid kelas enam itu adalah pertaruhan reputasi Guru Arsenius. Kalau sampai ada murid yang tak lulus, maka dialah yang paling kalang-kabut. Â Sebab harus menjelaskan duduk perkaranya kepada kepala sekolah dan orangtua murid.
Penjelasan kepada orangtua murid itu sangat penting. Bila tidak, bisa-bisa anak yang tak lulus itu hajap dilecuti bapaknya karena dianggap bikin malu.
"Ada kabar yang lebih menggembirakan lagi," kata Pak Rapolo, setelah tepuk tangan dan tempik-sorak mereda.
Semua guru dan murid diam, siap mendengar. Â Semua mata tertuju kepada Pak Rapolo, dengan rasa ingin tahu.
"Lulusan dengan total nilai tertinggi sekecamatan Parapat ada di sekolah ini. Dia adalah ...." Â Pak Rapolo menahan kalimatnya. Â Guru-guru dan murid-murid menahan napas.
"Poltak!" teriak Pak Rapolo sambil bertepuk tangan.