Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiktoker Richard Theodore dan Kejujuran Orang NTT

17 Juni 2023   07:05 Diperbarui: 18 Juni 2023   07:12 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tingkat kedua, karena Richard menyebut frasa "orang NTT", maka kesimpulannya juga bermakna hinaan untuk etnis-etnis NTT. Seluruh dunia kini disuguhi informasi fitnah bahwa "orang NTT tidak jujur".  Akibatnya sangat mungkin khalayak pengakses konten Tiktok Richard akan punya persepsi buruk atau negatif tentang karakter sosial orang NTT umumnya.

Richard memang sudah meminta maaf, lewat video Tiktok juga, kepada warga NTT atas kesimpulan yang merendahkan orang NTT itu. Dia mengakui kontennya itu sepenuhnya merupakan kesalahannya sendiri. Implisit dia mengakui unsur kesengahaan dan rekayasa dalam konten Tiktoknya. 

Tapi permintaan maaf tak pernah bisa membayar lunas kesakitan psikologis dan sosiologis yang telah dialami Pak Azman dan orang NTT  akibat penyiaran simpulan Richard yang tidak logis dan tidak etis itu. Sangat mungkin dia harus "membayarnya" dengan "cara lain".

***

Orang Batak punya petitih "Jolo nidilat bibir asa nidok hata". Artinya, "Jilat bibir dulu sebelum mengujarkan lisan." Itu semakna dengan pepatah  umum "Mulutmu harimaumu." Atau "Pikir dahulu pendapatan sesal kemudian tiada guna."

Richard pasti tahu pepatah itu. Tapi sengaja atau tidak, jelas dia telah mengabaikannya. Karena itu maka ada risiko yang mesti ditanggungnya.

Konten Tiktok Richard itu lazim disebut sebagai eksperimen sosial. Konten semacam itu banyak ditemukan di kanal-kanal Tiktok dan Youtube. Sebagian menghibur karena "korban" kemudian diberi penjelasan. Tapi sebagian, dan ini banyak,  bikin miris dan marah karena secara sengaja menggiring penonton pada kesimpulan negatif tentang "korban".  Konten Tiktok Richard itu termasuk  henis terakhir ini.

Eksperimen sosial semacam itu sebenarnya lazim dalam dunia sains. Peneliti pedagogi, psikologi, dan sosiologi lazim melakukannya sebagai salah satu metode riset. Tapi pelaksanaannya dipandu oleh kaidah-kaidah logika dan etika secara ketat. Agar eksperimen itu tidak sampai cacat logika dan menabrak etika sosial. Sebab hal itu akan menyakiti dan merugikan individu-individu obyek eksperimen.

Saya menemukan banyak konten eksperimen sosial Tiktok dan Youtube yang mengabaikan logika dan etika. Atau boleh dibilang miskin logika dan etika. Sehingga kerap berdampak negatif, menyakiti pihak-pihak yang menjadi "obyek" konten itu.

Barangkali pencipta konten seperti Richard itu terlalu dikuasai ayat media sosial "more immoral, more viral, more money, more honey." (Baca artikel saya: "Ayat Media Sosial: More Immoral, More Viral, More Money, More Honey", K.30.01.2023). Kesakitan dan kepahitan yang diderita "obyek" konten media sosial yang taklogis dan taketis, adalah uang dan madu manis bagi para pencipta konten.

Tapi tolonglah, buka pintu nurani. Atau apakah dunia medsos sudah sedemikian dekadennya, sehingga tak bisa lagi berhenti menyakiti sesama demi uang dan madu? (eFTe)

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun