Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Periset BRIN Diadukan, Aksi Kriminalisasi Peneliti?

3 Juni 2023   13:35 Diperbarui: 3 Juni 2023   15:29 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thomas Djamaluddin (kiri) dan Andi Pangerang Hasanuddin (kanan), periset BRIN yang diadukan Muhammadiyah ke polisi (Sumber: Disain grafis DIO-TV.COM) 

Dua orang periset BRIN, Thomas Djamaluddin dan AP Hasanuddin, diperiksa polisi terkait unggahan mereka di Facebook, ikhwal perbedaan antara pemerintah dan Muhammadiyah dalam penetapan tanggal Idul Fitri 2013. Seorang di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Aksi kriminalisasi peneliti?

Isu aksi kriminilisasi peneliti itu diungkap antara lain oleh Refly Harun. Dia tak setuju periset BRIN itu dikriminalisasi. Katanya, "Penjara itu bukan untuk orang yang salah, tapi untuk orang jahat." Menurutnya mereka berdua hanya salah ngomong, bukan jahat. [1]

Tapi anggapan kriminalisasi peneliti BRIN itu ditepis Ma'mun Murod, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Menurutnya Muhammadiyah -- diwakili Pemuda Muhammadiyah dan Tim Hukum PP Muhammadiyah -- hanya melaporkan perbuatan tak menyenangkan dan ancaman pembunuhan warga Muhammadiyah. [2]

Jadi? Apakah aksi mengadukan kedua periset BRIN, Thomas Djamaluddin (TD) dan Andi Pangerang Hasanuddin (APH), itu tergolong kriminalisasi peneliti? Atau bukan? Saya akan coba paparkan di bawah ini.

Peneliti sebagai Status Sosial

Saya mau mulai dari pembedaan status dan status sosial. Ini penting untuk memastikan apakah TD dan APH menyampaikan ujarannya pada status sosialnya sebagai peneliti atau bukan.

Secara sosiologis status merujuk pada kedudukan seseorang dalam suatu unit sosial, semisal keluarga, grup, komunitas, dan organisasi. Ayah, ibu, dan anak adalah status-status dalam keluarga. Ketua, kepala seksi, dan anggota adalah status-status dalam organisasi.

Seseorang bisa saja menyandang banyak status. Tergantung seberapa banyak unit sosial yang dilibatinya. Semisal seseorang berstatus periset BRIN, juga bertatus anggota organisasi profesi, organisasi keagamaan, dan keluarga. APH misalnya peneliti juga di Lembaga Falakiyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Barat.

Tapi seorang individu hanya mungkin memiliki satu status sosial. Itulah status terpenting yang paling diketahui atau dikenal masyarakat luas. Status sosial TD misalnya adalah profesor riset astronomi dan astrofisika BRIN.  Sedangkan status sosial APH adalah periset astronomi BRIN. 

Pada status sosial melekat pula peran sosial. Peran sosial adalah peran yang diharapkan publik terhadap penyandang status sosial tertentu. Seseorang dengan status sosial periset astronomi BRIN misalnya diharapkan menemukan kebenaran-kebenaran baru di bidang astronomi. Diharapkan kebenaran itu kemudian dibagikan atau diterapkan demi kemaslahatan masyarakat dan kemajuan sains astronomi.

Seseorang dengan status sosial tertentu dikatakan menjalankan peran sosialnya apabila dia melakukannya di ruang publik. Atau dilakukan dalam suatu wilayah yang dimaksudkan untuk diakses publik. 

Peran sosial itu dilakukan dalam koridor norma sosial tertentu. Antara lain koridor etika riset,  kode etik profesi, dan hukum positif. Jika dia keluar dari koridor norma itu, maka dia akan mendapat sanksi sosial.  

Sampai pada titik ini, bisa dikatakan status sosial TD dan APH adalah periset astronomi BRIN. Peran sosial mereka adalah melakukan kegiatan riset ilmiah bidang astronomi demi kemaslahatan masyarakat dan kemajuan sains astronomi. Tindakan mereka dipagari oleh etika riset, etika profesi, dan hukum positif.

Kronologi Ujaran-Ujaran di Ruang Publik

Lewat media sosial facebook, TD dan APH telah mengunggah ujaran-ujaran yang memicu pihak Muhammadiyah melaporkan mereka kepada kepolisian. Sangkaannya menebar ujaran kebencian dan permusuhan pada Muhammadiyah.

Ujaran-ujaran itu diunggah dalam akun facebook TD sebagai respon terhadap perbedaan antara Muhammadiyah dan pemerintah dalam penetapan tanggal Idul Fitri 2023. Muhammadiyah menetapkan 21 April, sedangkan pemerintah menetapkan 22 April.

Kronologinya, menurut tuturan TD, sebagai berikut (dengan ejaan yang sudah diperbaiki) [3, 4]:

  • Jumat, 21 April 2023, TD di akun facebooknya mencantumkan foto dengan kapsion "Menjawab Pertanyaan Publik: Mengapa Tetap Rukyat, Walau Hilal Tak Mungkin Teramati? Mengapa Perlu Sidang Itsbat?" Lalu TD minta pengunjung membaca artikelnya di tdjamaluddin.wordpress.com untuk mengetahui alasan mengapa, pertama, dengan hilal yang tidak mungkin dirukyat, masih dilaksanakan kegiatan rukyat di banyak titik pada 20 April 2023 dan, kedua, perlu diadakan sidang itsbat, sementara beberapa tokoh Muhammadiyah mengusulkan sidang itsbat ditiadakan. 
  • Unggahan TD direspon (salah satu dari 500-an respon) oleh Aflahal Mufadilah (AM):  "Akhirnya, hanya tanya, kurang bijaksana apa pemerintah kita? Di tengah perbedaan yang melanda, sebab segelintir umat Islam memilih teguh berbeda, pemerintah jua masih menyeru semua bertenggang rasa."
  • TD lalu membalas AM sebagai berikut:
    Aflahal Mufadilah Ya. Sudah tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat shalat ied. Pemerintah pun memberikan fasilitas.”
  • Seseorang bernama Ahmad Fauzan S (AFS) kemudian ikut berkomentar. Komentar-komentarnya kemudian dihapus sendiri karena merasa tak nyaman dengan respon pengunjung lain.
  • APH termasuk yang ikut merespon komentar AFS sebagai berikut: "Ahmad Fauzan S, perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian."
  • Ujaran APH itu menjadi viral dan direspon warganet. Salah satunya dari
    Rektor Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma'mun Murod yang mengunggah empat foto tangkapan layar komentar APH di akun Twitternya, dengan ujaran:“Pak Presiden @jokowi Prof. @mohmahfudmd, Pak Kapolri @ListyoSigitP @DivHumas_Polri, Gus Menag @YaqutCQoumas, Kepala @brin_indonesia bagaimana dengan ini semua? Kok main-main ancam bunuh? BRIN sebagai lembaga riset harusnya diisi mereka yang menampakkan keintelektualannya, bukan justru seperti preman.

Secara khusus ujaran APH dinilai menebar kebencian dan dan permusuhan terhadap Muhammadiyah. Atas dasar itu dia diadukan ke Bareskrim Polri dan kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Adapun TD, sejauh ini hanya diperiksa sebagai saksi. Dari kronologi berbalas ujaran di facebooknya tampak jelas komentar APH bukan menanggapi unggahan TD, melainkan unggahan AFS.

Aksi Kriminalisasi Peneliti?

Apakah aksi pihak Muhammadiyah mengadukan TD dan APH ke polisi tergolong kriminalisasi peneliti BRIN?

Terlebih dahulu harus jelas apakah TD dan APH menyatakan ujaran mereka di ruang publik dalam kapasitas atau status sosial sebagai periset astronomi BRIN.

Tak diragukan lagi, keduanya telah menyatakan pandangan atau pikirannya di ruang publik. Platform facebook dan wordpress tempat mereka berujar adalah ruang publik. Semua warganet pengguna platform itu bisa saling akses.

Lalu, untuk kasus TD, dia telah menyampaikan pandangan dalam status sosial sebagai profesor riset astronomi-astrofisika BRIN. Perlu dicatat dia nengarahkan pengunjung facebooknya untuk membaca artikelnya di akun tdjamaluddin.wordpress.com. Di situ dia menyampaikan argumen-argumen saintifik yang mendukung pandangannya tentang penetapan tanggal Idul Fitri.

Ujaran yang disampaikannya menanggapi AM, seperti dikutip di atas, hanya menyampaikan fakta.  Tapi nada kalimatnya memang terkesan memihak pemerintah. Hal itu bisa dimengerti karena TD adalah ASN yang dipekerjakan dan bekerja untuk pemerintah. (Tapi ini isu lain lagi.)

Seandainya TD menjadi tersangka karena ujaran dan artikelnya, maka hal itu sangat berpotensi sebagai aksi kriminalisasi peneliti.  Bagaimanapun, seorang periset tak boleh dituntut dan dihukum atas pendapat saintifiknya. Sejauh pendapatnya itu didasarkan pada data dan argumen saintifik yang kuat. 

Andaipun data atau argumennya ditemukan tak valid, hal itu tak berarti dia bersalah secara hukum. Dalam kasus semacam itu, dia mungkin telah melakukan kesalahan metodologis atau analisis. Kesalahan itu tak bisa dihukum. Kecuali bahwa, karena kesalahan itu, reputasinya sebagai saintis akan diragukan sejawat dan publik.

Tapi berbeda kasusnya dengan APH. Dia tetap menyatakan pikirannya dalam status sosial sebagai peneliti astronomi BRIN. Tapi dia telah keluar darj koridor etika riset dan etika profesi (ASN, periset) dengan ujarannya yang bernada mengancam kaum Muhammadiyah. Terutama dengan frasa "... perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah?" dan  "Sini saya bunuh kalian satu-satu." 

Barangkali APH tersulut emosinya dalam adu-ujaran, sehingga subyektivitasnya membajak obyektivitasnya sebagai saintis. Seperti diakuinya, dia mendambakan Islam yang satu suara di Indonesia. Dia lelah dengan perdebatan seputar beda penetapan tanggal Idul Fitri di Indonesia.

APH agaknya tak mampu menjaga "netralitas"-nya sebagai periset.  Dia lebih berpihak pada pemerintah dan NU.  Satu hal yang lumrah saja, karena tak ada periset yang netral dalam arti steril dari pemihakan. 

Tapi seberpihak apapun seorang periset, tak sepantasnya dia mencela, menyalahkan, atau bahkan mengancam kelompok masyarakat yang menjadi konstituennya sebagai periset. Itu sikap dan tindakan yang melenceng dari etika riset adan etika periset (termasuk ASN) yaitu wajib menghormati dan melayani kepentingan masyarakat.

Jika APH kini menjadi tersangka di kepolisian, juga dipecat dari status ASN karena pelanggaran berat kode etik, maka itu tak tergolong kriminalisasi peneliti. Ujaran APH itu sudah keluar dari koridor etika riset dan kode etik peneliti. Juga tak punya dasar saintifik, sehingga tak bisa dipertanggung-jawabkan sebagai pandangan ilmiah.

Wasanakata: Hal Kebenaran Ilmiah dan Keyakinan Religi

Satu hal yang penting menjadi perhatian para sauntis dari kasus TD dan APH ini adalah distingsi antara kebenaran (saintifik) dan keyaninan (religi). Antara keduanya tak boleh ada hubungan subordinasi, melainkan komunikasi yang syukur-syukur tiba pada suatu kesepakatan.

Dari sudut sains penetapan tanggal Idul Fitri adalah urusan kebenaran saintifik, menggunakan metode saintifik. Sementata dari sudut agama Islam, hal itu adalah soal keyakinan religi yang sebenarnya tak perlu bukti empiris. Memang dalam prakteknya digunakan juga pengamatan empiris dengan metode tertentu. Tapi itu diangfap sebagai bagian dari ritus keagamaan dengan intensi menguatkan keyakinan.

Langkah TD dalam kapasitasnya sebagai periset mengritik cara Muhammadiyah menetapkan tanggal Idul Fitri 2023 dengan demikian tidak pada tempatnya. Sebab kebenaran saintifik yang berbasis riset tidak boleh digunakan untuk mengritik apalagi menyalahkan keyakinan yang berbasis iman. Itu artinya sains mensubordinasi religi.

Hal yang mesti diperjuangkan tanpa lelah adalah komunikasi antara sains dan religi, antara kebenaran saintifik dan keyakinan religius. Jika hal itu dapat dilakukan secara dewasa, maka ke depan tak perlu lagi ada kasus semacam gugatan Muhammadiyah terhadap TD dan APH. 

Cukuplah astronom Galileo Galilei saja yang menjadi korban mampetnya komunikasi antara sains dan agama.(eFTe)

 

Catatan Kaki:

[1]  "Tidak Setuju Ancaman Peneliti BRIN Dipolisikan, Refly Harun: Kita Jangan Jadi Warga yang Baperan!" wartaekonomi.co.id, 25 April 2023.

[2] "Tepis Tudingan Muhammadiyah Kriminalisasi Peneliti BRIN, Ma’mun Murod: Yang Bisa Lakukan Itu Hanya Negara," fajar.co.id, 6 Mei 2023.

[3] "'Ancam Muhammadiyah', peneliti BRIN dipecat dan diberhentikan dari ASN," bbc.com, 25 (28) April 2023.

[4] "Klarifikadi: Tidak Ada Hubungan Posting dan Komentar Saya dengan Ancaman di FB", tdjamaluddin.wordpress.com  27 April 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun