Aku berhenti adu otot dengan tikus ganjen itu. Adu pinter ajalah.
Malamnya, menjelang tidur malam, kupasanglah perangkap tikus di depan kompor. Umpannya oke punya. Roti tawar isi potongan ikan gabus asin mentah. Â Kurang mewah apa, coba.
Perangkap kutinggal tidur. Aku lelap menunggu pagi datang sendiri. Dengan keyakinan tikus ganjen itu pasti masuk perangkap.
Itulah yang terjadi. Pagi hari aku bangun dan menemukan seekor tikus sedang panik di dalam perangkap. Dia berusaha keluar dari kisi-kisi perangkap. Sia-sia, betul-betul sia-sia upayanya.
Aku coba berempati. Kubayangkan tikus itu sangat menyesal telah menginvasi rumah Engkong Felix. Dia tak pernah nenyangka Engkong ternyata seorang kompasianer yang sudah kenyang dengan politip di Kompasiana. Termasuk tip jitu memerangkap tikus ajaran Guru Arif Praba Lingga.
Nah, sampai saat ini tikus itu masih kupenjarakan dalam perangkap atas kejahatan pelanggaran hak asasi manusia. Boleh dibilang, tikus itu telah melakukan kejahatan kemanusiaan.
Hingga artikel ini selesai kutulis, aku belum menemukan hukuman yang pantas baginya. Hukuman mati menurutku terlalu mudah dan biasa untuk seekor tikus.
Menurut kamu, apa hukuman yang pantas bagi tikus ganjen itu. Tolong beri saran pada kolom komentar di bawah ini. (eFTe)
Â
Â