Kemarin siang, aku sedang duduk ngompi sambil ngeteh di meja dapur. Â Sedang enak sendiri begitu, eh, tiba-tiba seekor tikus nongol di pojok dapur.
Bah, ganjen banget itu tikus, ya! Dari mana pula datangnya?
Otomatis refleks kusambar golok She Tan andalan, dong. Eh, saat kuayunkan golok, tikus itu berkelit lalu secepat kilat menyusup ke bawah mesin cuci. Kuoprak-oprak, dia gak nongol-nongol.Â
"Baiklah," kataku dalam hati. "Kubikin gak nyaman kau di situ." Kuduga, tikus itu bersembunyi di dalam mesin cuci.
Segera kuisi mesin cuci dengan pakaian kotor, sabun, dan pewangi. Tekan tombol ini dan itu, "wurrrr", mesin cuci beroperasi. Goncang, goyang, dan bising. "Rasakan!" umpatku.
Hanya soal waktu saja.
Benarlah begitu. Tikus itu keluar dari bawah mesin cuci. Lalu lari melesat ke balik kompor gas. Â
Bah, ngajak main petak umpet dia. Ganjen betul, ya.
Aku sebenarnya langsung memainkan jurus Golok She Tan Membelah Duren. Tapi, ya, begitulah. Dasar sudah lansia, gerak menjadi lamban, tikus itu lolos lagi dari tebasan golokku.
"Baiklah " kataku sambil menyarungkan golokku. "Kita adu otak saja." Aku yakin menang kalau adu otak, tapi menyerah kalau adu lari. Soalnya volume otak  tikus kan jauh, jauh, jauh sekali lebih kecil dibanding volume otakku.
Sedungu-dunguny manusia, meminjam kosa kata favorit Rocky Gerung, Â pastilah jauh lebih cerdas ketimbang seekor tikus. Kecuali "tikus" itu ahlinya ahli korupsi, ya.