Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Murid NTT Masuk Sekolah Pukul 5 Pagi, Gubernurnya Masuk Kantor Pukul Berapa?

1 Maret 2023   18:54 Diperbarui: 1 Maret 2023   21:43 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah pelajar SMAN I Kupang apel pagi dalam rangka kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 WITA di NTT, Rabu (1/3/2023). (Antara Foto/Kornelis Kaha/via cnnindonesia.com)

Cerita masa lalu dulu.

Toba tahun 1960-an. Sekolahku, sebuah SDN desa, menetapkan waktu masuk sekolah pukul 07.00 WIB dan bubar pukul 12.00 WIB.

Mengapa masuk pukul 07.00 pagi?

Karena semua murid adalah anak petani desa. Dalam budaya setempat, anak usia sekolah jamak membantu pekerjaan orangtuanya.

Baca juga: Cerpen | Miramar

Contoh saja. Saya dan teman sepantaran, anak laki-laki,  waktu itu harus membawa kerbau pukul 05.00 WIB pagi ke padang rumput. Ditambatkan di situ. Atau dilepas kalau padang rumputnya areal tertutup.

Sementara itu anak perempuan pergi ke pancuran kampung untuk cuci perabotan dapur dan ambil air bersih.

Semua kegiatan itu, juga mandi dan sarapan, harus selesai pukul 06.00 WIB, tepat saat fajar menyingsing.

Setelah itu jalan kaki ke sekolah sejauh 3 km. Itu makan waktu 30-45 menit, tergantung cara berjalan. Jadi sekurangnya masih ada waktu 15 menit bermain sebelum lonceng tanda masuk kelas berdentang tepat pukul 07.00 WIB.

Pola semacam itu dijalani selama 6 tahun, atau 7-8 tahun kalau pakai acara tinggal kelas. 

Begitu cara sekolah, secara tak langsung, membentuk disiplin dan tanggung-jawab pada diri murid.

Pekerjaan di rumah diselesaikan tepat waktu, masuk sekolah tepat waktu juga.

Kalau terlambat ke sekolah, ada dua upahnya. Betis disabet pakai lidi tunggal agar kaki lebih cepat melangkah. Lalu distrap berdiri di lapangan upacara satu jam pelajaran.

Mantap, kan?

***

Cerita masa kini.

NTT tahun 2023. Gubernur Viktor Laiskodat membikin kebijakan sekolah di NTT masuk pukul 05.00 WITA pagi. Kadisdikbud Linus Lusi langsung bersemangat menerapkannya di 10 SMA/SMK di Kupang. 

Alasannya, untuk meningkatkan mutu pendidikan di NTT. Agar lulusannya makin banyak diterima di universitas terbaik negeri ini. Seperti UI, ITB, UGM, dan ITS. 

Soalnya, kata Pak Gubernur, anggaran pendidikan di NTT sudah 50 persen dari APBD. Di atas ketentuan 20 persen menurut undang-undang. 

Jadi kualitas pendidikan di NTT harus meningkat juga, dong. Caranya? Ya, itu, murid suruh masuk sekolah pukul 05.00 pagi. 

Katanya lagi, masa kalah sama mama-mama aktivis pasar? Oh, begitu. Tenang saja, Pak Gubernur. Kelak bila para murid perempuan itu sudah hadi mama-mama, mereka juga akan bangun dan aktif sejak subuh.

Selain itu, kata Pak Gubernur, masuk sekolah pukul 05.00 pagi itu bisa membentuk etos kerja. Disiplin dan tanggung-jawab.

Jujur, saya mendadak dungu membaca argumen Pak Gubernur dan Pak Kadisdikbud NTT. 

Di mana logikanya, sih?

Bagaimana penjelasan saintifiknya, sehingga masuk sekolah lebih pagi berkorelasi positif dengan mutu pendididikan.

Itu sama dengan menyimpulkan semakin pagi masuk sekolah maka  semakin tinggi mutu pendidikan.

Kalau itu benar, maka mutu pendidikan di sekolah yang masuk pukul 03.00 pagi lebih tinggi dibanding di sekolah yang masuk pukul 05.00 pagi, apalagi yang masuk pukul 07.00 pagi. 

Lha, bukannya mutu pendidikan terutama ditentukan kualitas kurikulum, kualitas materi ajar, kualitas guru, dan fasilitas pendukung?

Mungkin NTT lain sendiri, ya.

Kata Pak Gubernur dan Pak Kadisdikbud, pukul 05.00 itu otak masih segar, sehingga bisa fokus belajar. 

Oh, ya? Bukannya murid dan gurunya masih ngantuk, Pak?

Mungkin benar untuk sebagian orang belajar subuh itu bisa lebih fokus. Tapi itu kan kalau di rumah, sendiri. Masih sepi.  

Lha, kalau di sekolah kan rame. Bisa terdistraksi cowok cakep atau cewek imut. Atau bau badan teman yang gak sempat mandi. Mau fokus gimana, coba.

Lagi pula, jangka panjang, aturan masuk sekolah pukul 05.00 pagi itu bisa berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental murid.  Karena kurang tidur dan stres. 

Nah, kalau sudah begitu, murid malah jadi dungu, kan? Bagaimana bisa masuk UI, ITB, dan lain-lain itu.

Lalu soal disiplin atau etos kerja itu.

Jangan bercanda, ah, Pak Gubernur.

Itu gak ada logikanya. Sebab itu sama saja mengatakan murid-murid yang sekolah sore atau malam itu gak disiplin dan gak punya etos kerja. 

Yang benar saja, Pak.

Banyak murid yang sekolah sore/malam itu paginya kerja. Kurang apa lagi etos kerjanya, coba.

Pak Gubernur jangan membanding dengan seminari atau pesantrenlah. Itu kan semacam home schooling massal. Semua dilakukan di "rumah" dengan jadwal ketat dari pimpinan sekolah. 

Saya pernah sekolah di seminari. Menurutku itu semacam "sekolah dalam penjara". Dibangunkan pukul 05.00 pagi, cuci muka dan sikat gigi, doa di kapel, masuk kelas belajar mandiri, sarapan pagi, lalu masuk kelas tepat pukul 07.00 WIB. 

Pukul 07.00 pagi, Pak Gubernur. Bukan pukul 05.00 pagi. Atau pukul 05.30 pagi -- perubahan terbaru karena banyak murid telat. (Lha, katanya mau menegakkan disiplin. Kok kendor, sih?)

Saya sudah tunjukkan dalam cerita di atas. Pembentukan disiplin dan etos kerja itu tak ada kaitannya dengan pemajuan atau pemunduran jam masuk sekolah. Tapi terkait dengan penegakan aturan secara konsisten dan konsekwen.

Kalau belum apa-apa waktu masuk sekolah sudah diubah dari pukul 05.00 ke 05.30, gak usalah ngomong soal disiplin. Apalagi etos kerja.

Belakangan Pak Gubernur kendor lagi. Katanya kebijakan masuk pukul 05.00 itu hanya berlaku unduk kelas XII di dua SMA unggulan di Kupang. SMA 1 dan SMA 6 Kupang. Katanya untuk menyiapkan muridnya untuk menembus universitas tetbaik, akmil, dan akpol.

Hadeuh, Pak Gubernur. Itu namanya diskriminatif. Emangnya Pak Laiskodat itu Gubernur SMA 2 dan 6, ya.

***

Sekadar refleksi. 

Mulai dengan satu pertanyaan sepele.

Pak Gubernur, juga Pak Kadisdikbud, Anda itu resminya masuk kantor pukul berapa sih? Pukul 05.00 WITA juga?

Kalau Pak Gubernur dan Pak Kadisdikbud masih tetap pukul 07.00 masuk kantor, lalu apa landasan moralnya bapak berdua itu ngotot menyuruh murid masuk sekolah pukul 05.00 WITA?

Terlebih dengan Pak Kadisdikbud. Anda menyuruh guru dan murid bangun pukul 04.00 pagi dan masuk sekolah pukul 05.00. Srmentara Anda sendiri pads saat yang sama mungkin masih ngorok di ranjang.

Kalau mau bikin kebijakan publik itu, tanya dulu publik. 

Jangan berdasar asumsi dan keinginan sendiri yang selain tak logis, mungkin tidak sesuai juga dengan kepentingan publik.

Saya sudah berikan contoh dalam kisah di awal. Sekolahku menetapkan  aturan masuk sekolah pukul 07.00 pagi dan keluar pukul 12.00 siang. Itu mempertimbangkan fakta anak-anak sekolah itu harus membantu orangtuanya bekerja pagi dan sore hari. Kalau kepentingan itu terganggu, orangtua akan melarang anaknya sekolah.

Hidup anak-anak itu bukan untuk sekolah saja. Terutama di pedesaan. Mereka juga harus membantu orangtua kerja. Pagi-pagi buta dan sore bahkan sampai malam.

Begitu cara mereka membangun disiplin dan etos kerja. Jadi gak usahlah Pak Gubernur bicara soal pembentukan etos kerja. Seolah-olah NTT itu miskin karena warganya gak punya etos kerja. 

Lagian aneh. Dunia pendidikan kita sedang memperjuangkan prinsip-prinsip Merdeka Belajar, eh, Pak Gubernur NTT sibuk mau merampas kemerdekaan belajar dari murid dan guru.  

Salah satu prinsip Merdeka Belajar itu kan penyesuaian materi dan waktu belajar dengan konteks sosial setempat. Antara lain sesuai minat dan kepentingan murid dan orangtuanya.

Pertanyaannya, apakah masuk sekolah pukul 05.00 itu sudah benar sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan belajar murid-murid di NTT?

Kalau tidak, berarti itu kebijakan yang otoriter dan tak berkeadilan -- sebab Pak Gubernur gak ikutan masuk kantor pukul 05.00 pagi.  

Itulah kesimpulanya. Silahkan bantah! (eFTe)

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun