Tapi baiklah membatasi diri pada kehilangan obyektif yang utama.
Yosua. Dia kehilangan nyawanya. Hanya nyawanya.Â
Sebab sebelumnya dia juga sempat kehilangan nama baik. Setelah dinarasikan dia melakukan tindak kekerasan seksual kepada Putri, "majikan"-nya. Dan karena perbuatannya itu, nyawanya dihilangkan paksa oleh Sambo.Â
Vonis hakim tegas menyebut Yosua tak melakukan kekerasan seksual pada Putri.
Dengan begitu, nama baiknya telah dipulihkan -- walau belum resmi. Yosua tidak tewas sebagai penjahat seks, tapi sebagai polisi yang setia mengabdi pada atasannya, Sambo dan Putri.
Lalu, Sambo?
Dengan vonis mati itu dia telah kehilangan segalanya. Hidupnya, keluarganya, dan kariernya, nama baiknya, kekuasaannya, dan mungkin harta-bendanya.
Kelak jika Tuhan memanggilnya, maka dia tak akan mati sebagai polisi seperti Yosua, tapi mati sebagai pembunuh anak-buahnya. Begitulah orang akan mengingatnya.
Bahkan jika nanti ada seorang presiden yang sudi memberikan amnesti untuknya, publik akan tetap mengingatnya sebagai pembunuh.
Dan, kita?
Ya, kita. Kita telah kehilangan sebagian kepercayaan kita kepada institusi kepolisian. Ada bagian yang telah digerogoti kasus Sambo. Bagian yang terbilang substantif.