Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bolehkah Memakai Pronomina 'Saya' dalam Teks Skripsi?

9 Februari 2023   12:07 Diperbarui: 11 Februari 2023   11:18 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi teks laporan riset L. Jellinek dengan pronomina "saya" (Dokpri)

Sekali lagi, saya tak akan membabar apa itu konstruktivisme dan teori kritis. Njlimet bikin puyeng itu.

Intinya, menurut dua paradigma riset itu realitas sosial adalah hasil bentukan sosial. Entah itu hasil bentukan bersama, inter-subyektivitas  (paradigma konstruktivisme), atau bentukan sepihak subyek yang berkuasa (teori kritis).

Karena itu, mustahil ada realitas sosial obyektif sebagaimana dipikirkan oleh kaum positivis empirik dari sains natural.

Penelitian sosial adalah proses inter-subyektivitas, interaksi komunikatif antara subyek peneliti dan subyek tineliti.

Karena itu mustahil untuk mensterilkan riset sosial dari faktor subyektivitas. Kata Max Weber, untuk menjadi obyektif, kita harus menafsir subyektivitas tineliti. Implikasinya, karena sifatnya tafsir, faktor subyektivitas kita sebagai periset ikut berperan juga.

Bingung? Intinya begini. 

Riset sosial dengan paradigma konstruktivisme -- khususnya riset-riset kualitatif partisipatif sosiologi, antropologi, dan etnologi --  mengasumsikan realitas sosial (yang diklaim) obyektif itu tak eksis di luar sana. 

Realitas sosial obyektif, dengan demikian, adalah hasil inter-subyektivitas, atau resultan dari interaksi komunikatif antara subyek peneliti dan subyek tineliti.

Biar terang, saya beri contoh.

Di desa Kandangan, Bawen Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada tahun 1990 saya berbincang dengan seorang lelaki buruh tani. Dia bercerita harus meninggalkan kerja buruh bangunan di Semarang untuk ikut panen padi di sawah Pak Bekel (Kepala Dusun). Padahal upah buruh bangunan lebih besar dibanding upah panen padi. 

Menurut pandangan obyektifku, pilihan buruh tani itu bekerja panen di sawah Pak Bekel tak rasional secara ekonomi.  Tapi menurutnya, dia harus mengambil pekerjaan itu. Jika tidak, dia akan kehilangan pekerjaan-pekerjaan lain sepanjang tahun dari Pak Bekel. Karena dianggap tak setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun