Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bolehkah Memakai Pronomina 'Saya' dalam Teks Skripsi?

9 Februari 2023   12:07 Diperbarui: 11 Februari 2023   11:18 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prinsipnya peneliti hanya boleh mengungkap "apa adanya obyek riset" -- artinya obyektif. Tak boleh bicara "apa yang saya pikirkan tentang obyek riset" -- artinya subyektif.

Sederhananya, realitas itu obyektif di luar diri peneliti, atau steril dari pengaruh subyektif peneliti.

Prinsip itu harus terbaca dalam teks laporan penelitian. Untuk menegaskan obyektivitas, maka dilarang menggunakan pronomina "saya". Karena pronomina ini dinilai mencerminkan subyektivitas. 

Untuk mencegah penggunaan pronomina "saya", maka laporan riset sains natural mebggunakan kalimat-kalimat pasif. Semisal "Air dipanaskan hingga suhu 90° C." Bukan, "Saya menjerang air sampai panas."

Kalaupun harus menggunakan kalimat aktif, maka pakailah pronomina "peneliti". Sehingga kalimat tadi menjadi " Peneliti memanaskan air hingga suhu 90° C."

Kalimat seperti itu dinilai sebagai kalimat yang mencerminkan obyektivitas. Karena status "peneliti" dinilai sebagai status yang menjamin obyektivitas-- terikat pada kaidah obyektivitas riset.  Terpisahkan dari "saya" yang subyektif.

Nah, tradisi itulah yang kemudian diikuti sains sosial.

Maka, untuk waktu yang lama, pengampu sains sosial telah mereplikasi paradigma positivisme empirik dalam riset sosial. Sebab jika tak demikian, maka para pengampu sains natural -- yang waktu itu superior -- tak akan mengakui obyektivitas hasil riset sosial.

Jadi,  pada mulanya, ini adalah soal inferioritas sains sosial.

Tapi dalam perkembangannya kemudian sains sosial keluar dari bayang-bayang superioritas sains natural.

Lalu sains sosial menegakkan paradigma riset non-positivis. Tampillah paradigma konstruktivisme dan, kemudian, teori kritis, sebagai paradigma baru riset sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun