Duduk di halaman depan yang difungsikan sebagai ruang tunggu, Poltak mengamati sisa antrian pasien reguler. Ah, kasihan amat. Masih muda-muda sudah masuk Puskesmas. Â
Tapi harus diakui, layanan Puskesmas Jakarta sekarang memangtyahud. Itu hasil kerja Gubernur Jakarta sejak era Fauzi Bowo, ya.Â
Orang Jakarta kini jadi senang ke Puskesmas, bukan ke Rumah Sakit. Â Pakai KIS, gratis.
Secara psikis nama Puskesmas itu juga bikin adem. Kata yang digunakan di situ "kesehatan", bukan "sakit" seperti pada Rumah Sakit.
Coba kalau kepanjangan Puskermas itu Pusat Kesakitan Masyarakat. Wah, ngeri.
Tapi benar juga, sih. Memang sakitlah kita bila masuk Rumah Sakit. Sakit tubuh dan dompet. Mungkin itu alasan Anies dulu merejenama Rumah Sakit menjadi Rumah Sehat.
Cuma, ya itu, ada yang otaknya terlalu kreatif. Rumah Sehat diasosiasikan sebagai Rumah Pijat yang ...ng...anu. Kebiasaan, tuh.
Tepat pukul 16.30 WIB, nama Poltak dipanggil Bu Dokter. Poltak masuk, sekalian ajak Berta istrinya, walau namanya belum dipanggil. Takut Poltak pingsan saat disuntik, lalu dokter nanya, "Istrinya mana?"
Kan, harus ada yang jawab, "Kamu nanyea?"
Prosedur standar. Timbang badan. Eh, 5 kg lebih tinggi dari ukuran timbangan di rumah. Ukur tekanan datah. Wah, 10 poin lebih tinggi dari ukuran pemantau tekan darah di rumah.
Kalau begitu caranya, lain waktu Poltak akan bawa timbangan dan pengukur tekanan darah sendirilah dari rumah.